Ini Energi Terbarukan yang Potensial Dikembangkan di Indonesia

Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.
Sumber :
  • VIVAnews/ Syahrul Ansyari

VIVA – Pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan atau EBT adalah sebuah keniscayaan demi kemandirian bangsa, sekaligus menjadi solusi dalam mitigasi perubahan iklim global.

Pembiayaan BRI Pada Sektor Renewable Energy Tumbuh 19.1 Persen

Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menentang pengembangan pembangkit listrik EBT pun diminta berfikir komprehensif, tidak hanya pada aspek konservasi lokal semata.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Sonny Keraf, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu 16 September 2018, menyatakan bahwa Indonesia harus mengembangkan pembangkit listrik EBT, karena energi berbasis fosil, selain boros devisa juga mengeluarkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berdampak buruk pada perubahan iklim global.

Startup Lokal Diajak untuk Bangun Ekosistem Energi Bersih

Namun, kata Sonny, yang duduk di DEN dari unsur pemerhati lingkungan hidup, menyayangkan pengembangan pembangkit listrik EBT masih saja dihambat oleh sebagian LSM.

Dia menyatakan, seharusnya aktivis LSM yang menentang bisa berfikir lebih komprehensif, bukan hanya pada satu aspek saja.

RI Gandeng Jepang Kejar Target Transisi Energi Nasional

“Kalau tidak EBT, kita akan terus mengandalkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan minyak bumi, yang bisa membuat perubahan iklim. Ini berbahaya, karena boros devisa untuk impor bahan bakar fosil dan berdampak yang lebih besar, seperti terganggunya musim tanam,” kata Sonny yang merupakan Menteri Lingkungan Hidup periode 1999-2001.

Sonny menyebut, pembangkit listrik EBT yang paling potensial dikembangkan di Indonesia adalah tenaga air dan panas bumi. Pembangkit lisrik tenaga surya dinilai sulit diandalkan dalam skala besar, sedangkan pembangkit listrik tenaga bayu menghadapi kendala tekanan angin yang tidak stabil.

Salah satu pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang kini sedang dibangun adalah PLTA Batangtoru di Tapanuli Selatan. PLTA Batangtoru dirancang memiliki kapasitas 510 Megawatt (MW) dan akan menjadi penyedia listrik bagi Sumatera Utara, yang saat ini masih mengandalkan pasokan dari kapal pembangkit diesel yang disewa dari Turki.

PLTA Batangtoru, merupakan proyek strategis nasional bidang ketenagalistrikan sebagai bagian integral dari target 35 ribu MW Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Proyek  untuk mengatasi defisit energi di Sumatera Utara ini ditentang oleh LSM asing yang berkampanye pembangunannya akan merusak habitat orangutan tapanuli.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi dan lingkungan juga menyayangkan, jika masih ada pihak yang menentang pengembangan PLTA Batangtoru, dengan alasan untuk perlindungan orangutan.

Gus Irawan, yang kelahiran Batangtoru, itu juga menyatakan sangat ironis jika kampanye menentang pembangunan PLTA Batangtoru dimotori oleh LSM asing.

Menurut dia, konservasi orangutan memang penting, namun jangan sampai pemerintah melupakan kebutuhan rakyat terhadap energi.

“Orangutan penting, tetapi orang beneran yang bermartabat jangan dilupakan. Pengembangan proyek energi terbarukan ini sudah pasti harus ramah lingkungan supaya pembangkit bisa beroperasi berkesinambungan,” katanya.

Upaya pemantauan melekat untuk menjaga kelestarian juga terus dilakukan pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus memonitor praksis merawat kelestarian lingkungan dalam kegiatan pembangunan proyek strategis nasional.

Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah menjaga kelestarian lingkungan dalam memenuhi kebutuhan energi rakyat.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyatakan, KLHK akan menjaga agar pembangunan PLTA Batangtoru berdampak minimal terhadap populasi orangutan tapanuli.

Wiratno menyatakan, pembangkit-pembangkit listrik EBT memang perlu dikembangkan.

Dia menyatakan, KLHK telah mengirimkan tim untuk memonitor pembangunan PLTA Batangtoru. Tim terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumatera Utara, Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Unit XI Sumatera Utara dan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli.

“Ibu Menteri LHK (Siti Nurbaya) menginstruksikan agar populasi orangutan tetap terjaga,” kata Wiratno.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya