Bea Cukai: Hampir Rp1 Triliun Rokok Ilegal Rugikan Negara pada 2018

Ilustrasi rokok.
Sumber :
  • REUTERS/Thomas White

VIVA – Peredaran rokok ilegal di Indonesia pada 2018 tercatat telah merugikan negara sebesar Rp909,45 Miliar. Hal itu terkuak setelah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada melakukan survei terhadap peredaran rokok ilegal di 426 kabupaten/kota.

Rokok Ilegal Makin Marak, Kenaikan Cukai Dinilai Tak Efektif Kendalikan Konsumsi

Direktur Jenderal DJBC, Heru Pambudi menjelaskan, berdasarkan hasil survei dua tahunan tersebut, tercatat 7,04 persen rokok ilegal beredar di Indonesia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan hasil data survei di 2016 yang mencapai 12,04 persen.

"Bahwa 7,04 persen ini pelanggarannya, maka dia nilainya 0.91 triliun atau Rp910 miliar. Kalau dibandingkan dua tahun yang lalu persentase nya 12,04 persen," kata Heru di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis 20 September 2018.

5 Aturan Baru Ini Mulai Berlaku di Indonesia pada Januari 2024

Menurut Heru, 2016 merupakan tahun puncak peredaran rokok ilegal di Indonesia dengan nilai kerugian negara mencapai Rp2,4 triliun. Berdasarkan survei yang telah dilakukan sejak 2010, tren peredaran rokok ilegal mengalami kenaikan, yakni berturut-turut adalah 6,24 persen, 8,24 persen, 11,73 persen, dan 12,14 persen.

Namun begitu, dia mengungkapkan, pada 2018 menjadi titik balik di mana peredaran rokok ilegal di Indonesia dapat ditekan pemerintah. Sehingga, dari 2016 hingga 2018 tersebut, pemerintah dikatakannya telah berhasil menyelamatkan uang negara menjadi sebesar Rp1,5 triliun.

Pajak Rokok Elektrik Resmi Berlaku 1 Januari 2024, Kemenkeu: Demi Keadilan

"Kalau dibandingkan nilai 2016 dengan sekarang, maka DJBC telah berhasil mengurangi jumlah yang ditilap Rp1,51 triliun. Atau berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp1,51 triliun," tutur dia.

Menurunnya peredaran rokok ilegal di 2018, menurutnya tidak terlepas dari peranan DJBC untuk melakukan berbagai penindakan terhadap pabrikan rokok ilegal, mulai dari melakukan penindakan rokok ilegal, operasi pasar, hingga kampanye anti rokok ilegal baik secara berkala maupun bersama dengan Kementerian/Lembaga lain.

Dengan adanya, penurunan peredaran rokok ilegal tersebut melalui program penanganan yang dinamakan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi atau PCBT, menurutnya cukup memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan penerimaan cukai. Di mana, hingga Juli 2018, penerimaan cukai tercatat mengalami pertumbuhan 14,4 persen secara tahun ke tahun.

"Bahwa enforcement bea cukai naiknya tajam. 2013 kita tindak 635 kali, 2017 sebanyak 3.966 penindakan. Atau sekitar 6 sampai 7 kali lipat, ini menjawab kenapa rokok ilegal turun. Sehingga target tahun depan harus sekitar 3 persen. Tahun berikutnya kalau bisa nol koma," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya