Rizal Ramli Sebut Penyesuaian Tarif Impor Komoditas Kebijakan Telmi

Mantan Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman periode 2015-2016, Rizal Ramli
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dani Randi (Aceh)

VIVA – Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengungkapkan, kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak penghasilan atau PPh 22 impor terhadap 1.147 komoditas untuk tekan defisit transaksi berjalan adalah kebijakan yang behind the curve.

IK CEPA Resmi Diteken, Perdagangan RI-Korea Selatan Semakin Bebas

Artinya, lanjut dia, kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang tidak memiliki dampak berarti untuk menyelamatkan pelebaran defisit transaksi berjalan. Sebab, komoditas yang dikenakan tarif adalah komoditas yang kecil kontribusinya terhadap impor atau hanya di kisaran US$5 miliar.

"Langkah Kementerian Keuangan, menteri ekonomi lainnya, itu behind the curve. Contoh naikkan tarif pajak 2,5 persen sampai 7,5 persen untuk 1.147 komoditi kebanyakan itu komoditi ecek-ecek. Itu kebanyakan menyentuh pengusaha kelas menengah," katanya di Jakarta, Rabu 25 September 2018.

Kemenkeu Pastikan Tak Tarik Cukai dan Pajak Impor Vaksin COVID-19

Menurut dia, selama pemerintah tidak berani menyentuh sepuluh komoditas utama yang memengaruhi impor sebesar 67 persen, seperti komoditas baja dari China, maka kebijakan tersebut tidak mampu mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan maupun perbaiki keuntungan industri domestik.

"Misal enggak mau impor baja yang kalah dengan banjir impor baja dari China yang di situ ada ekses kapasitas dia banting harga, dia dumping baja impor kita, itu total US$10,65 miliar, Krakatau Steel rugi," tegasnya.

Rizal Ramli Sebut Mayoritas Menteri Tak Punya Operational Leadership

"Ambil dong langkah-langkah berani tuntut China dan lain-lain. Masa negara lain berani kita enggak berani. Kalau itu bisa kita lalukan maka impor berkurang dari US$10 miliar ke US$4 miliar, dan krakatau steel dan lain-lain untung," tambahnya.

Selain itu, menurutnya, langkah-langkah kebijakan pemerintah tersebut yang diperkirakannya hanya mampu mengurangi impor di kisaran US$1 miliar tidak akan mampu menutup defisit kedepannya.

Sebab, lanjut dia, berbagai kajian proyeksi dari perbankan domestik, defisit transaksi berjalan Indonesia dari yang kuartal II-2018 melebar sebesar US$8 miliar akan menjadi US$25 dolar hingga akhir tahun.

"Dengan langkah-langkah printil itu, CAD akan kurangi cuma US$1 miliar. Itu enggak cukup menggantikan US$25 miliar itu. Ini tentu langkah yang sangat miskin ide dan keberanian. Ini belum menstabilkan saya enggak aneh," tegasnya.

Karena itu, dia menegaskan, pemerintah jangan lagi mengambil langkah konvensional melainkan harus berani mengambil langkah yang tegas dan besar untuk membantu perekonomian Indonesia menghadapi gejolak ekonomi global.

"Ambil dong langkah-langkah apakah dengan naikin pajak impor atau pajak penjualan dari sepeda motor dan lain-lain. Nah ini total 67 persen, kok doyannya yang kecil-kecil sing printil ambil langkah itu. Makanya kami katakan mohon maaf ini di belakang curve, telmi. Nah kalau begini caranya enggak bakal mampu hadapin gejolak berikutnya," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya