RPP E-Commerce Diharapkan Akomodasi Kepentingan Industri

Ketua Umum idEA, Ignatius Untung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lazuardhi Utama

VIVA – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian awal bulan ini melakukan evaluasi satu tahun roadmap e-commerce bersama instansi pemerintah dan pelaku industri. Salah satu yang dievaluasi adalah roadmap, khususnya perkembangan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) e-Commerce dan kabarnya sudah masuk finalisasi.

Huawei Band 9: Layar Mirip Smartwatch, Harga Cuma Setengah Juta

Ketua Umum idEA, Ignatius Untung mengungkapkan, pembahasan RPP e-Commerce sebenarnya telah bergulir sejak 2015, namun hingga saat ini, naskah terbarunya masih belum tersorot publik luas. 

Meski sudah masuk tahap finalisasi, dia mengeluhkan pada sharing session tersebut, RPP itu tidak dijabarkan secara transparan. Bahkan, hanya dibagikan beberapa poin terkait pengaturan.

Jembatani Kesenjangan Akses E-Commerce Daerah Non-Urban, Clubb Kyta Gandeng Mahasiswa

Sebagai pihak yang terkena dampak langsung dari regulasi tersebut, para pelaku industri pun mengaku tak kunjung mendapatkan naskah terbaru RPP e-Commerce. Sebelumnya, pada 2015, Kementerian Perdagangan pernah melakukan uji publik RPP e-Commerce melalui focus group discussion (FGD) yang diikuti oleh beberapa perwakilan pelaku industri. 

Pada saat itu, asosiasi memberikan sejumlah masukan kepada Kemendag terkait naskah RPP e-Commerce yang dianggap dapat menghambat pertumbuhan industri. 

Lebaran Pengeluaran Membengkak? Ini 7 Tips Menyiasatinya Biar Lebih Hemat

“Sudah cukup lama sejak terakhir kami melihat draf RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin-poin masukan kami di FGD dahulu”, ujar Ignatius dikutip dari keterangan resminya, Kamis 11 Oktober 2018. 

Menanggapi hal ini, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, pihaknya telah melakukan pembahasan antarkementerian setelah menerima masukan dari para pelaku industri di 2015. Namun, ia mengakui bahwa usai menerima masukan tersebut, Kemendag melakukan beberapa perubahan, walau hanya sebatas perubahan redaksional. 

“Pada Mei (2018), mulailah kita bahas ulang tapi tidak mengubah. Tambahannya cuma dua poin penting. Satu terkait pemberdayaan (UMKM) dan registrasi (penjual di marketplace). Itu saja yang berubah total, yang lain-lainnya tidak terlalu banyak. Pembahasannya tidak substantif dan tidak mengubah banyak isi naskah,” kata Ketut.
 
Sementara itu, asosiasi menilai bahwa naskah RPP e-Commerce seharusnya mampu mengakomodasi masukan-masukan dari pelaku industri. Apalagi Untung mengatakan, e-Commerce merupakan wadah bernaungnya jutaan UKM di seluruh Indonesia. 

“Jadi, seharusnya memang regulasi itu mampu menaungi para pelaku industri dan menciptakan equal playing field bagi ekosistem perdagangan online, termasuk pelaku industri, merchant dan konsumen. Bukan sebaliknya, regulasi yang membatasi pertumbuhan industri," tuturnya.

Perdagangan online di Indonesia saat ini memang memberikan potensi ekonomi makro yang signifikan. Dalam riset terbaru McKinsey berjudul 'The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development', tercatat bahwa perdagangan online juga telah menciptakan empat juta lapangan pekerjaan dan diperkirakan mencapai 26 juta pada 2022. 

Dalam hal kesetaraan sosial, konsumen di luar Jawa bisa mendapatkan pilihan produk yang lebih murah dan beragam lewat e-Commerce, juga turut mendorong tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Usaha yang dikelola perempuan akan berkontribusi setidaknya sebesar 35 persen pada 2022. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya