Indonesia Pacu Pembangkit Listrik Energi Terbarukan

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Puspa Perwitasari

VIVA – Indonesia memperhatikan laporan terbaru panel antarpemerintah tentang perubahan iklim atau IPCC, yang menyatakan perlu upaya yang lebih kuat untuk memangkas emisi gas rumah kaca secara global. Salah satu kebijakan yang akan terus didorong adalah peningkatan pemanfaatan listrik dari energi baru terbarukan.

Pembiayaan BRI Pada Sektor Renewable Energy Tumbuh 19.1 Persen

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman menyatakan, tindak lanjut laporan IPCC terhadap kebijakan pengendalian perubahan iklim di Tanah Air memang menunggu keputusan yang akan diambil oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC).

“Tetapi, tentu saja kami tetap memperhatikan laporan IPCC,” kata dia, seperti dikutip dalam pernyataannya, Senin 15 Oktober 2018.

Startup Lokal Diajak untuk Bangun Ekosistem Energi Bersih

Mengacu laporan terbaru IPCC yang dirilis di Incheon, Korea Selatan, 8 Oktober 2018, pemanasan global diperkirakan melampaui 1,5 derajat celcius antara tahun 2030 dan 2052, dibandingkan dengan masa pra revolusi industri, jika emisi GRK terus berlanjut pada tingkat saat ini.

Untuk mencegah kenaikan suhu bumi lebih dari 1,5 derajat celcius, IPCC mendorong peralihan sumber energi global pada energi baru terbarukan (EBT).

RI Gandeng Jepang Kejar Target Transisi Energi Nasional

Ruandha mengatakan, penggunaan energi dan pembangkit listrik terbarukan memang berdampak secara langsung pada penurunan emisi GRK. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 29 persen, dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan dukungan Internasional.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kontribusi energi terbarukan untuk bauran energi pembangkitan listrik pada 2017 lalu sebesar 12,52 persen. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik ditarget naik mencapai 23 persen pada 2025.

Pilihan tepat

Saat ini, sejumlah pembangkit listrik terbarukan yang sedang dikembangkan di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap, Sulawesi Selatan, Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Lumut Balai, di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Pembangkit-pembangkit ini akan andil dalam pengurangan karbon. PLTA Batang Toru yang menggunakan tenaga air yang ramah lingkungan, akan andil memberikan dampak positif pada pengurangan emisi karbon 1,6 megaton per tahun. Ruandha mengakui, pengembangan pembangkit listrik terbarukan tak luput dari suara-suara negatif.

Namun dia menyatakan, pengembangan pembangkit listrik terbarukan adalah pilihan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan energi tanpa harus meningkatkan emisi GRK.
Ruandha meyakini, pengembang pembangkit listrik terbarukan sudah menyiapkan jaring pengaman untuk mencegah timbulnya dampak negatif.

Meski demikian, KLHK tetap meminta para pengembang pembangkit listrik terbarukan untuk memperkuat dokumen Amdal atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, agar kekhawatiran soal dampak negatif bisa dijawab.

“Kalau masih ada yang belum setuju itu, karena belum menerima informasi dengan utuh. Makanya, pengembang pembangkit listrik terbarukan harus aktif. Amdal juga harus diperkuat,” kata Ruandha.

Perlunya pengembangan energi terbarukan kembali ditegaskan Presiden Joko Widodo, saat membuka sidang pleno Dana Moneter Internsional (IMF) di Bali, Jumat lalu, 12 Oktober 2018.

Menurut Presiden, perlu peningkatan investasi hingga 400 persen untuk pemanfaatan energi terbarukan, demi menyelamatkan kehidupan bersama. Pidato Presiden saat itu ramai diperbincangkan, karena menyitir kisah serial televisi internasional “Game of Thrones”.

“Ketika kemenangan dirayakan, dan kekalahan diratapi, baru keduanya sadar. Kemenangan dan kekalahan dalam perang, selalu hasilnya sama, dunia yang porak poranda. Tidak ada artinya, kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran. Tidak ada artinya, kekuatan ekonomi yang besar di tengah dunia yang tenggelam,” tutur Presiden tentang pentingnya kolaborasi negara maju dan negara berkembang dalam bidang ekonomi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya