Rupiah Kembali Melemah, Ini Pendorongnya

Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada perdagangan hari ini. Rupiah dinilai masih terpengaruh oleh kondisi ekonomi yang belum membaik saat ini. 

Rupiah Sentuh Rp 16.128 per Dolar AS, Airlangga: Sedikit Lebih Baik dari Malaysia dan China 

Berdasarkan data Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, dolar AS dibanderol melemah Rp15.221 pada hari ini, di perdagangan antarbank. Melemah dari perdagangan hari sebelumnya yang dibanderol Rp15.187 per dolar AS. 

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Freddy Tedja, dikutip dari analisisnya, Jumat 19 Oktober 2018 mengatakan, pelemahan rupiah diperkirakan masih terjadi. Seiring dengan ekonomi global yang masih belum stabil. 

Rupiah Melemah, BI Koordinasi dengan Pemerintah Lakukan Langkah Stabilisasi

"Pelemahan nilai tukar rupiah didorong oleh berbagai faktor global dan domestik," ujarnya. 

Dia mengungkapkan, selain penguatan dolar AS, sejumlah faktor lain yang mendorong adalah rencana kenaikan kembali suku bunga acuan AS pada akhir tahun ini. Ada pula perang dagang yang saat ini belum mencapai titik damai antara negara-negara besar di dunia. 

Analis Perkirakan BI Bakal Intervensi Besar-besaran Imbas Rupiah Ambruk ke Rp 16.128 per Dolar AS

"Dari sisi domestik, (antara lain) keluarnya dana asing dari pasar finansial Indonesia dan melebarnya defisit neraca berjalan," tuturnya. 

Meski demikian, dia menegaskan, meski defisit neraca berjalan melebar, fundamental ekonomi RI masih baik. Hal tersebut terlihat dari beberapa indikator ekonomi makro yang masih terkendali saat ini. 

Antara lain, inflasi yang masih terkendali dan rasio kredit perbankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sekitar 34 persen. Capaian itu dinilai sangat sehat dan salah satu yang terkecil dibanding negara-negara di kawasan Asia. 

"Komposisi impor Indonesia pun sekitar 90 persen untuk barang modal dan bahan baku penolong," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya