Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia Turun Walau Poinnya Naik

Menteri Kordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Pemerintah mengakui bahwa turunnya peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia atau Ease of Doing Business (EoDB) yang telah dipublikasikan Bank Dunia dalam laporan Doing Business 2019, dari peringkat 72 menjadi 73 disebabkan karena reformasi yang dijalankan negara lain lebih cepat dari Indonesia.

Catat Rekor Baru, Rukun Raharja Cetak Laba Bersih 2023 US$27,1 Juta

Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, hal itu dibuktikan dari nilai EoDB Indonesia yang meski meningkat dari 66,54 menjadi 67,96 namun tetap tidak mampu mendongkrak peringkat EoDBnya. Poin itu diperoleh karena Indonesia dianggap telah berhasil secara signifikan mendongkrak reformasi di sektor starting a business, getting credit serta registering property.

"Turun karena negara lain banyak yang reform-nya lebih cepat dari kita di bidang masing-masing itu," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis 1 November 2018.

Penghargaan Penyedia Jasa Truk Terbaik pada Survei Bisnis

Darmin mencontohkan, meski sama-sama dianggap Bank Dunia berhasil mereformasi tiga indikator, negara-negara ASEAN lainnya seperti Brunei Darussalam mampu menaikkan peringkatnya dari posisi ke 56 menjadi 55.  "Pada saat dibandingkan, semua negara masing-masing reform-nya ada yang lebih cepat dari kita. Boleh saja kita naik, yang lain lebih cepat, makanya kita bisa turun," ujar dia.

Oleh karena itu, Darmin menegaskan, pemerintah pada waktu ke depan tidak lagi akan melakukan perubahan-perubahan yang sifatnya prosedural saja dalam memberikan pelayanan kemudahan berbisnis sebagaimana yang dilakukan selama ini.

Ramalan Zodiak Rabu 27 Maret 2024: Bisnis Taurus Merugi, Kesabaran Pisces Diuji

Namun, ditegaskannya, perubahan yang dilakukan akan benar-benar bisa merombak sistemnya secara keseluruhan sehingga kemudahan berbisnis di Indonesia benar-benar bisa diperoleh secara berkelanjutan.

"Sebetulnya kita tempuh itu pada OSS (One Single Submission). Sayangnya baru di-launching Juli, barang kali baru bekerja penuh di Desember nanti. Nah kita mau copy itu sebetulnya bahwa ini enggak bisa cuma otak-atik prosedur. Ini harus merombak business prosesnya, yang kemudian dituangkan dalam peraturan," papar mantan Gubernur Bank Indonesia itu. (ren)

Francois de Maricourt, Presiden Direktur HSBC Indonesia (tengah)

Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

HSBC resmi meluncurkan ASEAN Growth Fund senilai US$1 miliar atau setara dengan Rp15,8 triliun.

img_title
VIVA.co.id
27 Maret 2024