Ditarget Kelar 2019, UU Ekonomi Kreatif Tak Batasi Kreativitas

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI, Triawan Munaf
Sumber :
  • VIVA/Tasya Paramitha

VIVA – Sampai sekarang Rancangan Undang-undang (RUU) Ekonomi Kreatif (Ekraf) masih digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI, Triawan Munaf mengatakan bahwa targetnya, RUU Ekraf akan rampung sekitar awal tahun 2019 mendatang.

Floratama Learning Center, Solusi Jadikan Labuan Bajo Flores Destinasi Super Prioritas

“Targetnya tadinya akhir tahun 2018 ini. Ada beberapa yang masih optimistis. Tapi saya yakin, awal-awal tahun depan, kuartal tahun depan (rampung),” ujarnya dalam acara sarapan bersama Shopee di Courtyard Nusa Dua, Bali, Kamis, 8 November 2018.

Triawan menyampaikan bahwa dalam persiapan pembuatan UU harus leading sector-nya. Sementara ada peraturan yang menyatakan bahwa leading sector harus kementerian. Ia mengakui bahwa sampai saat ini masih ada perdebatan terkait hal tersebut.

Gibran Mau Kasih Panggung Buat Musisi Lokal

Ada yang berpendapat, jika badannya sudah setingkat kementerian, dalam hal ini Bekraf seharusnya UU bisa dibuat. Itu persetujuan antara DPR dengan pemerintah. Pihaknya lantas meminta bantuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI sebagai leading sector.

“Sekarang ini yang ditunjuk dan secara semangat menjadi leading sector RUU ini adalah Kemendag. Tapi kan Kemendag selama ini enggak mengurus ekonomi kreatif. Kita ada di belakangnya. Namanya Kemendag, tapi kita ada di belakangnya,” ucapnya.

Gibran Ungkap 5 Juta Peluang Lapangan Kerja di Sektor Kelestarian Lingkungan atau ‘Green Jobs’

Lalu apa yang diatur dalam UU Ekraf nanti? Secara umum, Triawan berpesan bahwa jangan sampai beleid tersebut justru membatasi pihaknya. Untuk itu Bekraf menyebutnya UU Pengembangan Ekonomi Kreatif. UU ini nantinya tidak mengatur orang dalam berkreasi, melainkan ekonomi kreatifnya yang dikembangkan.

“Bukan mengatur orang yang bikin makanan nanti musti begini, begini, enggak! Jadi bukan (mengatur) pelaku ekonomi kreatif. Kan ada UU Arsitek mengatur para arsiteknya. Kalau ini enggak,” kata dia.

Dia menuturkan bahwa regulasi ini nantinya sebagai payung hukum yang fleksibel dengan perkembangan saat ini.

"Jadi UU yang saya pesankan harus sebagai payung, karena kita ini sangat dibantu perkembangannya oleh perkembangan internet. Perkembangan internet yang kadang-kadang kita enggak bisa tebak ke mana arahnya. Kalau UU ini kaku, nanti enggak berkembang kita. Jadi harus fleksibel sekali,” ujar Triawan.

Yang pasti UU Ekraf nantinya akan mengatur kebijakan-kebijakan apa saja yang harus dikembangkan dari masing-masing subsektor Bekraf yang berjumlah 16. Ia kembali menekankan agar UU ini jangan sampai mematikan potensi para pelaku ekonomi kreatif, tapi bagaimana agar mereka bisa dikembangkan supaya menjadi sumber ekonomi.

Tak hanya itu, UU itu juga harus dapat memisahkan antara tugas Bekraf agar tidak cross-cutting (lintas stakeholder) dengan kementerian lain.

“Mesti mengatur itu karena Kementerian Perindustrian mengaku bahwa ini hasil dari mereka. Semua subsektor itu ditambah kata ‘industri’ bisa ada industri film, makanan dan lain-lain. Bagaimana kalau begitu? Akhirnya jadi kaku sekali kan. Nantinya enggak begitu,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya