Serapan Besi dan Baja Lokal Hanya 70%, Ini Tiga faktor Penyebabnya

SKK Migas dan IISIA Teken MoU soal KKKS Pipa dan Baja
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas, menandatangani kesepakatan dengan The Indonesian Iron and Steel Industry Association atau IISIA, dalam upaya menggenjot penggunaan besi dan baja dalam negeri di industri hulu migas.

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengakui, hingga saat ini, hanya sekitar 70 persen saja produk besi dan baja dalam negeri, yang bisa diserap oleh industri hulu migas sehingga sisanya harus dipenuhi melalui impor.

"Karena, kami butuh (ketersediaan) dalam jangka panjang," kata Amien di kantor SKK Migas, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 9 November 2018.

Dukung Produksi, 15 Proyek Migas Siap Beroperasi di 2024

Saat ditanya apa saja kendala dari belum maksimalnya penyerapan produk besi dan baja oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hulu migas, Amien pun menjabarkan hal tersebut.

Menurutnya, tiga alasan utama dari rendahnya serapan produk besi dan baja lokal itu. Pertama, adalah karena spesifikasi teknis dari produk lokal belum bisa dipenuhi sesuai syarat dari pihak kontraktor.

Target Investasi Hulu Migas 2023 Tak Capai Target, Kepala SKK Migas Ungkap Kendalanya

"Kedua, kontraktor masih ragu dengan kualitas produk pabrikan lokal. Dan ketiga, waktu pengiriman material kerap tidak memenuhi jadwal proyek," kata Amien.

Melalui MoU SKK Migas dan IISIA ini, Amien berharap, ketiga kendala itu bisa diatasi. Oleh karenanya, Amien memastikan bahwa pihaknya akan memberikan daftar dan jumlah besi baja yang dibutuhkan industri hulu.

Setelah itu, lanjutnya, para produsen anggota IISIA nantinya akan memberikan informasi mengenai tingkat harga yang dianggap logis dan wajar kepada SKK Migas, agar ada kecocokan harga antara kedua belah pihak.

"Karena, kalau harga terlalu tinggi, SKK juga akan keberatan. Tapi kalau terlalu rendah, produsen justru yang keberatan. Makanya, kami harus cari harga yang wajar, jadi akan dicari faktor penentu harga itu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya