OJK Didesak Blokir Perusahaan Fintech yang Teror Konsumen

Ilustrasi fintech.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Makin maraknya pengaduan konsumen yang menjadi korban perusahaan teknologi finansial (fintech) terkait modus pinjaman online, membuat Otoritas Jasa Keuangan didesak untuk memblokir perusahaan-perusahaan tersebut.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Tulus Abadi menegaskan, hingga saat ini sudah lebih dari 100 pengaduan konsumen korban fintech yang diterima YLKI, baik berupa teror, denda harian, atau bahkan bunga yang setinggi langit.

"Kami mendesak OJK untuk segera menutup atau memblokir perusahaan fintech yang terbukti melakukan pelanggaran hak-hak konsumen, baik secara perdata dan atau pidana," kata Tulus saat dihubungi VIVA, Senin 12 November 2018.

Inovasi untuk Menciptakan Produk yang Sesuai Kebutuhan

Tulus menjelaskan berbagai pelanggaran yang diterima konsumen pinjaman online seperti misalnya teror fisik, teror melalui telepon / whatsapp / sms, denda harian yang sangat tinggi mencapai Rp50 ribu per hari, atau bahkan bunga sebesar 62 persen dari utang pokok.

"Ini jelas pemerasan kepada konsumen," kata Tulus.

Kiat Bijak Memilih Layanan Pinjaman Fintech: Produktif atau Konsumtif?

Selain itu, YLKI juga mendesak OJK untuk segera memblokir perusahaan fintech ilegal, karena baru 64 perusahaan yang telah memiliki izin dari OJK sementara ada lebih dari 300 perusahaan fintech yang beroperasi saat ini.

"Ini menunjukkan OJK masih sangat lemah atau tidak serius dalam pengawasannya," kata Tulus.

Kemudian, lanjut Tulus, YLKI meminta konsumen untuk tidak melakukan utang piutang dengan perusahaan fintech atau kredit online yang tidak terdaftar atau berizin dari OJK.

Sebab, jika konsumen nekat dan terjebak pada utang piutang dengan perusahaan fintech ilegal, maka tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban.

Di samping itu, YLKI mengimbau konsumen yang menjadi korban teror dari perusahaan fintech atau kredit online, untuk segera melaporkan kejadian yang dialaminya secara pidana ke polisi.

Karena, patut diduga bahwa apa yang dilakukan pihak fintech kepada konsumen, berupa teror dan penyedotan data pribadi secara berlebihan, disinyalir masuk dalam kategori tindakan pidana.

"YLKI mengimbau dengan sangat pada konsumen untuk membaca dengan cermat dan teliti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan fintech atau kredit online tersebut. Sebab teror yang dialami konsumen bisa jadi bermula dari ketidaktahuan konsumen membaca aturan atau persyaratan teknis, yang telah ditentukan oleh perusahaan fintech tersebut," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya