Dolar AS Kembali Perkasa Dinilai Murni Pengaruh Global

Ilustrasi rupiah melemah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan hari ini kembali melemah. Dolar AS menunjukkan keperkasaannya karena ketidakjelasan komitmen 'gencatan senjata' perang dagang Amerika Serikat dan China. 

OJK Beberkan Kunci Hadapi Memanasnya Dinamika Ekonomi Global

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia, Kamis 6 Desember 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali sentuh Rp14.507. Atau melemah dibanding perdagangan kemarin yang bertengger di level Rp14.383 per dolar AS.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah Redjalam menilai, tekanan rupiah yang kembali terjadi saat ini cenderung akibat ketidakpastian pasar global yang kembali mencuat. Hal itu disebabkan semakin tidak jelasnya perkembangan perang perdagangan saat ini setelah sebelumnya ada komitmen negosiasi antara kedua negara, yakni AS dan China di forum G20.

Stafsus Bantah Erick Thohir Perintahkan BUMN Borong Dolar AS, Ini Penjelasannya

"Sentimen pelaku pasar memang naik dan turun. Gencatan senjata sudah sempat menjadi faktor positif terhadap rupiah. Tapi, sekarang investor kembali melihat ketidakpastian setelah membaca tweet Presiden (AS) Trump yang menyiratkan kekhawatiran akan kondisi di masa yang akan datang," ucap dia saat dihubungi VIVA, Kamis 6 Desember 2018.

Di sisi lain, lanjut dia, dari sisi domestik pada dasarnya tidak ada hal besar yang memengaruhi sentimen pasar keuangan terhadap ekonomi domestik. Sentimen pasar terhadap perkembangan tahun politik tidak menjadi perhatian utama pasar, namun lebih dipicu oleh ketidakpastian global tersebut.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

"Pertumbuhan ekonomi 2019 memang tidak akan banyak berubah dari tahun ini, tapi bukan semata karena tahun politik, kondisi global khususnya terkait harga komoditas dan permintaan ekspor dari China lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Pemilu ada pengaruh tapi tidak dominan. Semester II ekonomi akan kembali normal," tuturnya.

Senada, Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, dari sisi domestik memang ekonomi Indonesia cenderung positif dan tidak ada yang perlu menjadi perhatian utama. Hal itu dibuktikannya dari perkembangan fiskal Indonesia yang masih terjaga dengan baik.

Dia menyebutkan, APBN 2018 hingga Oktober 2018 dari sisi realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp1.720,85 triliun atau mencapai 77,5 persen dari pagu. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dua tahun terakhir yaitu 2016 sebesar 69,9 persen dan tahun 2017 mencapai 72,1 persen dari pagu.

Namun demikian, penyerapan belanja modal dari kementerian dan lembaga (K/L) dikatakannya tercatat sebesar Rp107,34 triliun atau 52,65 persen dari target. Walaupun realisasi ini masih lebih baik dibandingkan Oktober 2016 yang sebesar 47,4 persen dan Oktober 2017 mencapai 51,4 persen.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dikatakannya telah memperkirakan penerimaan negara bisa mencapai Rp1.936 triliun, melebihi target sebesar Rp1.894 triliun, dan naik 18,2 persen dibandingkan realisasi tahun lalu. 

Dengan potensi ini, defisit APBN 2018 bisa di bawah perkiraan sebelumnya sebesar 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB), yakni kemungkinan bisa di bawah 2 persen dari PDB. 

"Membaiknya kinerja realisasi APBN 2018 ini bisa mengurangi persepsi risiko makro ekonomi Indonesia. Kemungkinan rupiah menuju kisaran antara Rp14.400 sampai dengan Rp14.500 per dolar AS dengan tetap dalam penjagaan BI," ungkapnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya