BPK Diminta Audit Program Cetak Sawah Kementerian Pertanian

Ilustrasi sawah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Anggota Komisi IV DPR RI Fadholi menegaskan, program cetak sawah yang dicanangkan Kementerian Pertanian harus dilakukan berdasarkan kajian dan pemetaan wilayah. Penentuan daerah cetak sawah tidak dapat ditentukan secara asal, namun harus memperhitungkan sejumlah hal, utamanya jangkauan terhadap ketersediaan air.

Tragedi Perkelahian Dua Lawan Satu di Klaten, Satu Tewas

"Cetak sawah dari lahan tidak produktif itu perlu. Tapi persoalannya cetak sawah harus ditempatkan di daerah-daerah yang mendukung tanaman itu. Sehingga sarana prasarananya harus dipikirkan," kata Fadholi di Jakarta, Senin, 10 Desember 2018.

Menurutnya, sebelum membuka cetak sawah baru, hal utama yang harus dilakukan adalah membuat saluran irigasi. Jangan sampai, cetak sawah dibuat tanpa adanya saluran irigasi dan jauh dari jangkauan transportasi.

Bus Harapan Jaya Terperosok ke Sawah Usai Tabrak Innova di Kediri, 12 Orang Luka-luka

"Kalau cetak sawah tidak ada jalan yang mengakses ke lokasi, dan tidak ada irigasinya, kan tidak mungkin. Karena itu akan membenani biaya tinggi juga nantinya," ujarnya.

Terkait dengan cetak sawah, tentunya DPR memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan atas realisasi program tersebut. "Pasti ada. Ini penting sekali, realisasinya kan juga harus jelas," ucap dia.

Dedi Mulyadi Sindir Masyarakat: Harga Beras Naik Ribut, Skincare-Rokok Naik Diam

Sekretaris Jenderal Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Misbah meminta BPK mengaudit investigatif terhadap program cetak sawah. Menurutnya, belakangan, terjadi perbedaan data antara Kementan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. 

Misbah mengatakan, perbedaan data ini terjadi karena minimnya koordinasi antar lembaga.

"Perlu dilakukan audit. Selama ini pola koordinasinya kan lemah, sehingga masing-masing kementerian atau lembaga, punya data masing-masing dan punya ego sektoral," kata Misbah.

Pemerhati anggaran pemerintah, Yenny Sucipto menambahkan, Kementan dinilai belum melakukan tugasnya dengan baik. Awalnya, Kementan menargetkan mencetak 12.000 hektare (ha) sawah pada 2018. Realisasinya hingga saat ini baru mencapai 6.402 ha.

Guna memastikan ada atau tidaknya potensi kerugian negara dari program ini, lanjut Yenny, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit.  

"Audit investigatif ini bisa direkomendasikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya Agar diketahui apakah hanya masalah admnistrasi, pelanggaran standar pengendalian internal rekomendasi BPK seperti apa?" kata dia. (hd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya