Benih Bawang Putih asal Taiwan Rekomendasi Pemerintah Gagal Panen

Petani bawang putih di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dwi Royanto

VIVA – Petani bawang putih di kawasan lereng Gunung Sumbing, Jawa Tengah, mengaku kapok menanam benih bawang yang diimpor dari Taiwan. Mereka mengaku bibit impor bernama Great Black Leaf (GBL) yang direkomendasikan pemerintah tak cocok di lahan mereka.

5 Negara yang Bakal Jadi Medan Perang Jika Perang Dunia III Pecah, Indonesia Gimana?

Kekecewaan pada bibit bawang impor Taiwan itu dirasakan oleh para petani di Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Magelang. Mayoritas petani yang sempat bermitra dengan sebuah perusahaan importir memakai bibit asal Taiwan itu mengklaim hasil panen mereka tak maksimal.

"Kalau di kelompok tani kami yang menanam benih GBL asal Taiwan kemarin 80 persen gagal. Kemarin kita tanam sekitar 20 hektare lahan," kata Wiwin Suheri, Ketua Kelompok Tani Tunas Muda, Desa Sukomakmur, saat ditemui VIVA, Kamis, 13 Desember 2018.

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

Menurut Wiwin, meski bawang GBL Taiwan itu tetap tumbuh di lahan pertaniannya, hasil produksi para petani jauh menurun dibanding memakai benih bawang lokal. Bahkan beberapa petani sempat waswas karena merasa pertanian bawang impor itu akan gagal total.

Kecemasan para petani karena tanaman bawang dari benih asal Taiwan itu tak tumbuh umbi meski telah berusia 80 hari; umbi tumbuh setelah 100 hari tetapi kecil. Beberapa petani bahkan enggan merawat tanaman mereka gara-gara tak ada tanda-tanda bawang-bawang itu bertumbuh sebagaimana mestinya.

Thousands of People Injured Over Taiwan 7.2 Magnitude Earthquake

Selain hasil yang tak maksimal, Wiwin menjelaskan, dari sisi perawatan, perlakuan terhadap bawang putih impor Taiwan itu cukup rumit dan butuh adaptasi. Tak hanya boros pemakaian pupuk, usia tanam juga jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan bibit bawang putih lokal seperti jenis Lumbu Kuning, Lumbu Ijo, atau jenis bawang jowo.

“Bibit GBL impor itu umur tanamnya mencapai 142 hari untuk bisa panen, sedangkan untuk bibit bawang putih lokal rata-rata umur tanamannya hanya berkisar 100 hingga 120 hari,” kata Wiwin.

Pada musim tanam kemarin, ia menyebut hanya petani yang mau telaten dan beruntung yang bisa merasakan hasil produksi dari bibit GBL, walau sebenarnya masih kecil karena harga jualnya di bawah bawang putih lokal.

Wiwin dan para petani akhirnya memutuskan tak lagi bermitra dengan perusahaan importir bawang Taiwan itu, melainkan kembali fokus menanam benih lokal yang sudah jelas hasilnya.

Hal yang sama dirasakan Supriyanto (32 tahun), petani bawang putih di Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung. Ia mengaku mayoritas petani yang menanam benih bawang impor Taiwan itu di wilayahnya juga dirundung kegagalan.

"Desa Bansari kemarin sekitar tiga hektare lahan yang ditanam tapi 90 persen gagal. Makanya petani sekarang hati-hati soal bibit. Takut kalau coba-coba yang impor," katanya.

Suwaldi (47 tahun), petani bawang putih di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, berharap jika pemerintah ingin mendorong produktivitas tanaman bawang putih lebih optimal, lebih baik merekomedasikan bibit lokal. Apalagi Kementerian Pertanian juga ingin segera memutus ketergantungan impor serta swasembada bawang putih tahun 2021.

"Di Desa Petarangan, bibit bawang putih impor memang tidak berhasil. Dulu pernah coba benih impor, ternyata enam bulan pun tidak berumbi. Maka kita bertahan dengan bibit lokal dengan hasil rata-rata mencapai 8 hingga 9 ton per hektare,” ujarnya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya