Perlu Pendekatan Kultural Bila Ingin Bangun Tanah Papua 

Jalur Trans Papua.
Sumber :
  • VIVA/Jihad Akbar

VIVA – Papua merupakan pulau besar terakhir sebelum Samudera Pasifik, sehingga sangat strategis sebagai penghubung jalur pelayaran internasional dari Asia Tenggara dan Australia menuju Amerika Serikat. 

Bappenas Bantah Rumor Peleburan KPK dengan Ombudsman

Wilayah ini juga dianugerahi potensi dan cadangan kekayaan alam hutan, energi, dan tambang yang sangat besar, sehingga politik penguasaan sumber energi, investasi, dan pengerahan sumber daya manusia (SDM) atau pekerja negara lain ke wilayah Papua, memiliki dampak terhadap hubungan politik bilateral.

“Sayangnya, kondisi kesejahteraan di Papua masih rendah, yang ditunjukkan dengan rendahnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Papua 2017 di Indonesia, yang menempati urutan terakhir dari 34 provinsi sebesar 59,09," jelas Kepala Bappeda Provinsi Papua, Muhammad Musaad, dalam keterangannya, dikutip Rabu 19 Desember 2018.

Kebutuhan Green Job 2030 Diproyeksikan Capai 4,4 Juta, Prakerja Siapkan Pelatihan Green Skills

Meski terendah, Musaad tetap optimistis kondisi kemiskinan dan ketimpangan pembangunan ini sedikit demi sedikit akan teratasi, karena terjadi tren penurunan persentase penduduk miskin di Papua pada 2013-2017.

Doktor lulusan Universitas Padjadjaran Bandung itu menuturkan, pembangunan Papua saat ini hingga 2023, diprioritaskan pada peningkatan kualitas SDM, pemenuhan kebutuhan dasar, pemantapan rasa aman berdemokrasi, pemantapan tata kelola pemerintahan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. 

Bappenas Bocorkan Asumsi Makro APBN 2025, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,6 Persen

“Pemerintah juga memprioritaskan peningkatan investasi, pemantapan infrastruktur dasar, dan konektivitas, serta percepatan daerah tertinggal, terbelakang, terpencil, dan tertentu,“ kata Musaad.

Ilustrasi masyarakat Papua.

Sementara itu, guna mengefektifkan pembangunan di Papua, pemerintah juga mengintegrasikan faktor sosiokultural dalam sistem formal. Pembagian pembangunan berbasis wilayah adat sebagai pengakuan eksistensi sistem kultural/adat yang sudah ada jauh sebelum sistem formal terbentuk di Papua. 

Adapun seluruh Papua, memiliki tujuh wilayah adat yakni Wilayah Adat Domberay dan Bomberay di Provinsi Papua Barat, serta Wilayah Adat Saereri, Mamta, La Pago, Mee Pago dan Anim Ha di Provinsi Papua. 

Jumlah orang asli Papua (OAP) di Papua Barat, lanjut Musaad, mencapai 405,6 ribu jiwa atau sekitar 53,25 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan di Papua, mencapai 2,153 juta orang atau 76,37 persen dari jumlah penduduk. 

"Pola pembangunan masyarakat di Papua, memerlukan pendekatan situasional yang sesuai dengan tatanan budaya dan adat istiadat masyarakat lokal. Pengembangan ekonomi wilayah adat disesuaikan potensi pengembangan komoditas, daya dukung, dan daya tampung lingkungan hidup, serta prospek pasar,” jelasnya. 

Selanjutnya... Instruksi Presiden

Pendekatan kultural ini tercermin dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor  9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua. 

Inpres ini menekankan strategi pembangunan berbasis budaya, wilayah adat dan fokus pada OAP, khususnya di wilayah terisolir dan pegunungan, serta kepulauan yang sulit dijangkau. Pendekatan ini terobosan Kementerian PPN/Bappenas yang mengakomodasi pendekatan berbasis wilayah adat dalam RPJMN tahun 2015-2019. 

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Pemerataan dan Kewilayahan, Oktorialdi, selaku Ketua Tim Pelaksana Desk Papua menuturkan, Inpres 9/2017 menekankan komitmen untuk percepatan bidang kesehatan dan pendidikan, pengembangan ekonomi lokal, infrastruktur dasar, infrastruktur digital dan konektivitas guna membuka isolasi wilayah, kelembagaan dan tata kelola pemerintahan, serta mendorong pengembangan kawasan potensial. 

"Paket kebijakan ini ditujukan kepada 27 pimpinan kementerian/lembaga, Gubernur Papua dan Papua Barat dan para Bupati serta Wali Kota se-Tanah Papua," ujar Okto.

Percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat, terutama infrastruktur, kian penting karena tahun depan di wilayah itu akan diselenggarakan Pekan Olah Raga Nasional (PON) XX.  

Dalam melaksanakan paket kebijakan Inpres 10/2017 tentang Dukungan PON XX 2020 di Papua, pemerintah melihat bahwa proyek pembangunan venue PON di Papua memiliki arti penting, bukan saja keolahragaan di Papua, namun kebanggaan Indonesia di wilayah Timur dan sebagai tanda kebangkitan olahraga dari Papua. 

“Dampak ke depan melalui pelaksanaan PON ini diharapkan mampu menggerakkan perekonomian, sehingga PON XX ini bukan hanya sukses prestasi, tetapi juga sukses ekonomi/kesejahteraan,” kata Sekretaris Desk Papua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Velix V. Wanggai.

Stadion Papua Bangkit.

Stadion Papua Bangkit untuk PON XX di Papua.

Sejalan dengan kebijakan konektivitas di Tanah Papua, lanjut Velix, pemerintah melihat bahwa infrastruktur merupakan tulang punggung di dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, membuka isolasi wilayah dan memperlancar pelayanan dasar seperti akses ke pusat kesehatan dan pendidikan. 

Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas secara intens mempertajam kebijakan dan program pengembangan sosial ekonomi kawasan di sepanjang koridor Trans Papua baik di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. 

Langkah awal yang dilakukan melalui pemetaan segmen-segmen Trans Papua dan memadukannya dengan kebijakan sektoral secara terpadu baik pertanian, perkebunan, pariwisata, kawasan industri lokal yang terintegrasi dari hulu ke hilir, peningkatan pelabuhan laut/sungai dan bandara di kawasan potensial lainnya.  

"Hal ini diikuti dengan peningkatan aktivitas komoditas unggulan lokal yang selama ini dijalankan baik kopi, coklat, karet, pala, ubi jalar dan sagu. Harapannya, Trans Papua memiliki makna dalam mendorong tumbuhnya pengembangan ekonomi komoditas dan melayani komunitas lokal di wilayah terpencil," katanya.

Okto menambahkan  pertumbuhan ekonomi wilayah Papua pada 2020 diperkirakan mencapai enam persen dan melesat menjadi 7,6 persen  pada 2024. Pertumbuhan itu didukung alokasi alokasi dana transfer APBN ke wilayah Papua sejak otsus meningkat signifikan mencapai Rp44,8 triliun (Papua) dan Rp15,4 triliun (Papua Barat).  

Sementara itu, total anggaran Kementerian/Lembaga pada 2016 tercatat sebesar Rp15,9 triliun yang terbagi untuk Papua Rp10,44 triliun dan Papua Barat Rp5,46 triliun. "Pembiayaan pembangunan di Tanah Papua di samping dana Otsus, masih ada dana lainnya, yaitu DBH, DAU, DAK, DTI maupun pajak," tambahnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya