BI Anggap Masyarakat Terbiasa Pergerakan Nilai Tukar Rupiah di 15.000

Rupiah Menguat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Bank Indonesia menilai tekanan ekonomi global pada 2018 yang menyebabkan Rupiah menyentuh level psikologisnya di level Rp15.000 per Dolar Amerika Serikat telah menyebabkan masyarakat semakin terbiasa dengan pergerakan naik turunnya rupiah. Terutama saat terjadi tekanan yang cukup besar dari gejolak perekonomian global sebagaimana yang terjadi tahun lalu.

Rupiah Loyo Dibayangi Penurunan Surplus Neraca Dagang RI

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter, Nanang Hendarsah menjelaskan, hal itu yang kemudian menjadikan BI optimistis bahwa kondisi pasar uang domestik di 2019 cenderung akan lebih stabil meski potensi tekanan ekonomi global yang terjadi di 2018 dikatakannya masih akan berlanjut di 2019.

"Nah, ketika level psikologis sudah tersentuh di Rp15.000, ekonomi Indonesia stabil waktu itu, jadi menurut saya kalau kita sekarang nanti bergerak dari Rp14.000 ke Rp15.000, masyarakat sudah terbiasa dengan pergerakan itu," kata Nanang di gedung BI, Jakarta, Kamis, 10 Januari 2019.

Rupiah Loyo Senin Pagi Dipicu Data Inflasi AS

Meski demikian, Nanang beranggapan bahwa tekanan pada 2019 meski masih ada dan harus diwaspadai, namun tidak sebesar sebagaimana yang terjadi pada 2019. Hal itu terjadi lantaran faktor-faktor yang menyebabkan tekanan pada periode itu sudah mulai berangsur stabil.

Dia mencontohkan, perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China yang semakin intensif pada 2018 saat ini sudah mulai menuju ke arah negosiasi demi mencari solusi yang lebih baik bagi stabilitas ekonomi global. 

Rupiah Loyo Pagi Ini Tertekan Data Inflasi Produsen AS

Begitu juga arah suku bunga acuan Bank Sentral AS yakni The Federal Reserve atau The Fed yang terus mengalami kenaikan di 2018 hingga empat kali. Sedangkan saat ini, dikatakannya, sudah mulai mereda untuk mengimbangi ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan data-data pelemahan.

"Jadi emerging market secara keseluruhan dalam analisis global, tekananya sudah mengurang. Tapi memang ketidakpastiannya tetap kita waspadai. Jadi ketidakpastiannya lebih karena growth yang melambat sehingga yang direspons kebijakan moneternya tidak tinggi dengan respons suku bunga," paparnya.

"Jadi kami dengan kondisi global yang masih tidak pasti seharusnya beri peluang kepada Rupiah tetap stabil," lanjut dia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya