Cegah Kolektor Nakal Pinjaman Online, LBH Minta OJK Benahi Fintech

Ilustrasi fintech.
Sumber :
  • Entrepreneur

VIVA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menyatakan dukungannya terhadap  penangkapan yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia, terhadap empat orang desk collector perusahaan aplikasi pinjaman online (pinjol) atau yang kerap dikenal fintech peer to peer landing pada 2018 lalu.

Rendahnya Literasi Keuangan Picu Meningkatnya Korban Pinjol Ilegal

Meski begitu, Pengacara Publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait mengungkapkan, LBH Jakarta menganggap penangkapan itu tidaklah cukup untuk membenahi persoalan fintech atau pinjaman online yang dikatakannya sudah bermasalah secara sistemik. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan menurutnya harus segera berbenah.

"Diperlukan upaya lanjutan Kepolisian untuk mengusut tuntas aktor-aktor lainnya, serta pembenahan secara menyeluruh oleh Otoritas Jasa Keuangan karena permasalahan pinjol sudah sistemik, karena terjadi pada ribuan orang, dilakukan oleh banyak sekali penyelenggara aplikasi pinjol, dan terjadi berulang-ulang," katanya seperti dikutip dari keterangan pers-nya, Minggu 13 Januari 2019.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Menurut dia, penangkapan itu sekaligus mengafirmasi pola yang ditemukan LBH Jakarta setelah menganalisa pengaduan-pengaduan yang masuk ketika Pos Pengaduan Pinjaman Online dibuka pada 4 sampai 25 November 2018 yang lalu.

Para desk collector penyelenggara aplikasi pinjaman online dikatakannya dalam menagih utang memang melakukan pengancaman, fitnah, penipuan, pelecehan seksual, penyebaran data pribadi, pembuatan 'grup khusus' di aplikasi pesan singkat, dan penagihan yang tidak hanya dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam.

Inovasi untuk Menciptakan Produk yang Sesuai Kebutuhan

"Pola penagihan utang ini tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara aplikasi pinjol yang tidak terdaftar di OJK, tapi juga oleh penyelenggara aplikasi pinjol yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa terdaftarnya penyelenggara aplikasi pinjol di OJK tidak menjamin minimnya pelanggaran dan tindak pidana yang dilakukan," tegas dia.

Selain itu, lanjut Jeanny, perlu diusut aktor-aktor yang menugaskan desk collector, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk diketahui, desk collector hanyalah petugas lapangan atau pekerja semata yang menjalankan perintah dari atasan penyelenggara aplikasi pinjol selaku pemberi kerja dan tidak boleh melakukan tindakan yang menyimpang dari perintah kerja.

"Sehingga bukan tidak mungkin penyelenggara aplikasi pinjol merupakan pihak yang menyuruh melakukan dan seharusnya diusut dan dihukum pula dalam proses hukum terhadap desk collector tersebut. Tindakan penangkapan desk collector harusnya hanya merupakan tindakan awal dari upaya menarik keluar pelaku kejahatan sesungguhnya," jelasnya.

Karenanya, dia mengungkapkan, LBH Jakarta mendorong para pemangku kebijakan agar tidak bertindak sebagai 'pemadam kebakaran' yang impulsif dengan hanya melakukan tindakan-tindakan yang hanya meredam permasalahan untuk sementara waktu dan tidak menyelesaikan permasalahan dari akar, melainkan harus ada pembenahan sistem secara besar-besaran untuk mencegah permasalahan ini terus berulang.

Sebagaimana yang diberitakan VIVA sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menangkap empat orang kolektor atau desk collector perusahaan penyedia jasa layanan peminjaman uang secara daring (online), PT. Vcard Technology Indonesia (Vloan) karena diduga menagih utang nasabah dengan mengirimkan pesan berbau pelecehan seksual.

Para pelaku yang ditangkap yaitu Indra Sucipto (31), Panji Joliandri (26) alias Kevin Yuniar, Ronny Sanjaya alias X_X (27), dan Wahyu Wijaya alias Ismed Chaniago (22).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya