Kesenjangan di 9 Provinsi Ini Lebih Tinggi Dibanding Angka Nasional

Kepala BPS Suhariyanto.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVA.co.id.

VIVA – Angka ketimpangan atau rasio gini mengalami penurunan di September 2018. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini turun dari 0,389 di Maret menjadi 0,384. 

Jurang Ketimpangan Si Kaya dan Miskin Melebar Dipicu Kualitas Penciptaan Lapangan Kerja

Rasio gini semakin mendekati angka nol, maka ketimpangan atau kesenjangan antara penduduk miskin dengan kaya akan semakin kecil.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, perhitungan angka ketimpangan antara si kaya dan si miskin itu juga bisa dirujuk berdasarkan metode Bank Dunia, yakni 40 lapisan terbawah, 40 lapisan menengah, serta 20 persen lapisan tertinggi. 

Jurang Ketimpangan Orang Kaya dan Miskin di RI Makin Lebar

Hanya saja, jika perhitungan Bank Dunia, dikatakannya yang disebut ketimpangan rendah adalah bila tingkat pengeluaran 40 persen penduduk lapisan bawah di atas 17 persen.

"Pada September 2018 ini, angkanya 17,47 persen, artinya di atas 17 persen. Jadi Dengan gunakan kriteria Bank Dunia, ketimpangan yang ada di Indonesia bisa dikategorikan rendah. Kedua, dengan gini rasio, September 2018 ini 0,384, turun dari 0,389, artinya ketimpangan menurun," kata dia di kantornya, Selasa 15 Januari 2019.

Rasio Gini RI Turun, Ketimpangan Si Kaya dan Si Miskin Menyempit

Dia menguraikan, untuk ketimpangan di daerah maupun di kota sama-sama mengalami penurunan rasio gini, yakni di kota turun dari 0,401 di Maret 2018 menjadi 0,391. Sementara di desa, turun dari angka rasio gini yang sebesar 0,324 di Maret 2018 menjadi 0,319. (hd)

"Yang membuat turun meski tipis, ini perlu upaya luar biasa, kita perlu memperbaiki distribusi pendapatan dari bawah sampai dengan atas, perlu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat," ungkap dia.

Dia menjelaskan, penurunan rasio gini di September 2018 itu lebih disebabkan karena, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah dan 40 menengah meningkat lebih cepat dibanding penduduk kelompok 20 persen teratas.

Secara nasional, kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018 hingga September 2018 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40 persen menengah, dan 20 persen teratas berturut-turut adalah sebesar 3,55 persen, 3,40 persen, dan 1,28 persen.

"Jadi idealnya itu yang bawah naiknya cepet yang atas juga naik tetapi naiknya lebih landai. Itu yang sebabkan gini ratio-nya turun dari 0,389 ke 0,384," paparnya.

Meski begitu, dia mengungkapkan, tingkat ketimpangan antar provinsi masih tinggi meski secara nasional mengalami penurunan. Pada September 2018, provinsi yang mempunyai nilai rasio gini tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,422 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan gini ratio sebesar 0,272.

Sementara itu,  dibanding dengan rasio gini nasional yang sebesar 0,384, terdapat sembilan provinsi dengan angka rasio gini lebih tinggi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 0,422, Gorontalo 0,417, Jawa Barat 0,405, Papua 0,398, Sulawesi Tenggara 0,392, Papua Barat 0,391, Nusa Tenggara Barat 0,391, DKI Jakarta 0,390, dan Sulawesi Selatan 0,388.

"Tapi tentunya ke depan kita masih punya PR (pekerjaan rumah), terutama bagaimana kita memperhatikan rasio gini antar provinsi. Di Yogya, rasio gini masih tinggi, Gorontalo, masih ada sembilan provinsi gini ratio-nya yang berada di atas level nasional, sementara yang di bawah Bangka Belitung," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya