Neraca Dagang RI Jeblok, Darmin: Justru karena Ekonomi Domestik Jalan

Darmin Nasution
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menganggap, defisit neraca perdagangan Indonesia pada 2018, yang tercatat sebesar US$8,57 miliar dan menjadikannya sebagai defisit ekspor impor terbesar dalam sejarah, menandakan perekonomian Indonesia masih bergerak.

Defisit APBN 2024 Diperlebar Jadi 2,8 Persen Gegara Subsidi Pupuk hingga BLT

Dia menjelaskan, dengan bergeraknya perekonomian Indonesia tersebut, maka mendorong laju impor semakin cepat. Lantaran, kebutuhan produksi industri di Indonesia tidak mampu diimbangi oleh ketersediaan bahan baku domestik, sehingga impor mesti dilakukan.

"Jadi, ini ekonomi kita itu defisitnya di neraca perdagangan besar itu, justru karena ekonominya jalan, sehingga terjadi impornya jalan dia dengan 19 persen, pertumbuhan 20 persen, ada banyak barang yang tidak kita hasilkan," katanya, saat ditemui di kantornya, Selasa malam, 14 Januari 2019.

Sri Mulyani Buka Suara soal Program Makan Siang Gratis, Defisit Anggaran 2025 Naik

"Jadi, kenapa terjadi defisit yang membesar itu, karena ekonominya jalan. Kalau enggak jalan, malah impornya tidak akan begitu. Kalau impornya begitu, tidak ada masalah," tambahnya.

Pelebaran defisit neraca perdagangan 2018 itu pada dasarnya memang dipicu oleh meroketnya laju impor di segala sektor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, laju impor pada periode itu tercatat tumbuh sebesar 20,15 persen, lebih tinggi dari laju impor 2017 yang sebesar 15,7 persen.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Meski begitu, laju impor pada 2018 itu, tidak hanya ditopang oleh sektor-sektor penggerak industri seperti impor bahan baku/penolong yang tumbuh sebesar 20 persen dan barang modal yang tumbuh sebesar 19,5 persen, namun juga barang konsumsi yang tumbuh lebih cepat yakni di posisi 22 persen.

Namun, Darmin tetap meyakini bahwa itu menjadi salah satu bukti bahwa ekonomi Indonesia terakhir pada kuartal III-2018, masih mampu tumbuh sebesar 5,17 persen atau naik 0,11 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya meski ekonomi global penuh ketidakpastian pada 2018.

"Artinya gini, saya tidak spesifik industri (yang menggeliat) tapi ekonomi kita itu tumbuh dengan baik tidak seperti tahun-tahun lalu, sehingga mau tidak mau impornya tetap tumbuh dengan cepat, karena kita perlu barang-barang impor, karena kita tidak menghasilkan itu selama ini, atau memilih komoditi mana yang meningkat," tegas dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya