IMF Minta Negara Berkembang Jaga Rasio Utangnya, Ini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, anjuran Dana Moneter Internasional atau IMF yang meminta negara-negara berkembang untuk semakin meningkatkan pengelolaan utangnya di tengah besarnya potensi perlambatan ekonomi global pada 2019 hingga 2020, tidak berlaku bagi Indonesia.

Rupiah Mulai Menguat ke Level Rp 16.172 per Dolar AS

Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia masih terjaga baik. Dibuktikan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih mampu untuk tumbuh di atas lima persen pada 2018, dengan defisit fiskal di bawah dua persen, serta rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang rendah di bawah standar internasional, atau di bawah 30 persen dari PDB.

"Jadi, tidak relevan untuk Indonesia statement itu, karena berarti kita kan makin hari akan menurun (defisitnya). Kalau kita lihat defisit kita hanya 1,76 persen, maka itu termasuk defisit yang kecil," kata Sri, saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa 22 Januari 2019.

Lebih Rendah dari Vietnam dan Filipina, Ekonomi Indonesia Diramal IMF Tumbuh Cuma 5 Persen

Sedangkan, lanjut dia, saran itu pada dasarnya lebih ditujukan bagi negara-negara yang memiliki rasio utang terhadap PDB di atas 60 persen dengan defisit fiskal mencapai di atas 20 persen. Contohnya, kata dia, adalah Italia yang memiliki rasio utang terhadap PDB mencapai 100 persen serta defisit fiskal yang mencapai 2,4 persen.

"Nah, untuk negara-negara itu, statement IMF menjadi berlaku. Negara seperti ini harus jaga keseimbangan fiskalnya dengan kurangi defisit dan oleh karena itu mengurangi utangnya. Dan, bagaimana mereka mengurangi defisit dan utangnya tanpa buat pertumbuhannya melemah," ucap dia.

OJK dan LPS Cermati Efek Resesi Inggris-Jepang ke RI

Sebagai informasi, saran itu disampaikan IMF melalui laporannya berjudul World Economic Outlook Update yang dirilisnya pada Senin 21 Januari 2019. IMF menilai, pengelolaan utang yang baik di tengah besarnya potensi perlambatan ekonomi global mampu mengurangi risiko fiskal bagi negara tersebut.

Dalam laporan itu, IMF telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2019 dan 2020, dengan memangkas pertumbuhan masing-masing sebesar 0,2 persen dan 0,1 persen dari proyeksi sebelumnya. Sehingga, pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut diperkirakan masing-masing menjadi 3,5 persen dan 3,6 persen.

"Di beberapa negara, mengatasi beban utang swasta yang tinggi dan mismatch mata uang dan masa jatuh tempo akan memerlukan kerangka kerja makroprudensial yang kuat. Kebijakan fiskal harus memastikan rasio utang tetap sustainable, di tengah kondisi keuangan eksternal yang semakin menantang," tulis IMF. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya