Utang Capai Rp4.418 T, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Tak Ugal-ugalan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, terkait tingginya pertumbuhan utang pemerintah di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang mencapai Rp4.418,3 triliun atau 29,98 persen terhadap produk domestik bruto atau PDB. Setidaknya, dalam empat tahun Pemerintahan Jokowi utang pemerintah bertambah sebesar Rp1.809,6 triliun.

Bruno Mars Diisukan Punya Utang Judi pada Kasino Sebanyak Rp782 Miliar

Sri pun menegaskan, pemerintah tetap mengelola utang secara hati-hati dan bertanggung jawab. Sebab, seluruh pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk utang sudah dibahas bersama dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak awal.

"Poin saya, utang adalah alat yang kami gunakan secara hati-hati, dengan bertanggung jawab, dibicarakan secara transparan, bukan ujug-ujug, tidak ugal-ugalan, gitu kan," kata Sri di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 23 Januari 2019. 

Punya Bukti Kuat, Noverizky Tri Putra Berharap Rea Wiradinata jadi Tersangka

Dia pun menilai, utang pemerintah yang mencapai Rp4.148 triliun belum masuk pada level yang mengkhawatirkan. Sebab, masih banyak negara lain yang memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih tinggi dari Indonesia. 

"Debt to GDP ratio setahu saya, (Indonesia) 30 persen itu tidak tinggi. Tetapi, kami juga tidak mengatakan, kita kemudian mau sembrono, kan tidak juga, kami tetap hati-hati. Makanya, kami katakan defisit akan semakin diperkecil," katanya.  

Fitch Pertahankan Pringkat RI di Level BBB, Bos BI: Stabilitas Makroekonomi Terjaga

Di sisi lain, Sri mengatakan, defisit APBN 2018, yang sebesar 1,7 persen merupakan capaian yang baik dibandingkan dengan negara lain. Angka itu juga lebih baik dibandingkan dengan asumsi defisit APBN 2018, yang ditetapkan sebesar 2,19 persen.

"Apakah dengan defisit 1,7 persen itu besar? Apakah berarti pemerintah ugal-ugalan? Ya enggak lah," ujarnya. 

Menurut Sri, pengelolaan utang yang baik itu berdampak kepada infrastruktur yang terjaga, pendidikan bisa dibiayai pemerintah, kemiskinan turun dan kesempatan kerja yang tercipta. Selain itu, imbuhnya, meskipun ekonomi Indonesia kena guncangan dari faktor eksternal, defisit APBN tidak lantas membengkak. 

"Jadi, poin saya, melihat utang harus sebagai suatu keseluruhan kebijakan. Makanya, Indonesia dapat investment grade, outlook-nya tetap stabil. Padahal, situasi di banyak negara, misalnya di AS saja sudah dianggap outlook-nya negatif, karena mereka sudah shutdown," kata dia. 

"Negara lain yang debt to GDP ratio-nya 60 persen, 80 persen, 90 persen, defisitnya lebih besar. Jadi, lihat dari perspektif itu," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya