Rupiah Perkasa Terhadap Dolar AS, Ini Faktor Pendorongnya

Petugas bank tunjukkan uang rupiah dan dolar Amerika Serikat.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menguat. Di pasar spot, rupiah pagi ini di perdagangkan senilai Rp13.922 per dolar AS atau menguat 0,30 persen dibanding penutupan perdagangan kemarin. Dalam sepekan ini, rata-rata penguatan rupiah sebesar 0,36 persen.

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Sementara itu, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor Bank Indonesia, nilai tukar rupiah kemarin, Rabu 6 Februari 2019, diperdagangkan di posisi Rp13.947 per dolar AS. Atau juga menguat dibandingkan posisi hari sebelumnya, yakni Rp13.976 per dolar AS.

Kepala Riset Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih menjelaskan, penguatan nilai tukar rupiah tersebut tidak terlepas dari pengaruh penguatan nilai tukar mata uang kuat asia, yakni dolar Singapura dan yen Jepang serta naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 66,43 poin menjadi 6.547,88.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

"Terbantu dengan sentimen pertumbuhan ekonomi 2018 yang di atas ekspektasi konsesus pelaku pasar. Pagi ini mata uang kuat Asia yen dan dolar Singapura dibuka menguat terhadap dolar AS yang bisa menjadi sentimen penguatan rupiah hari ini menuju kisaran antara Rp13.880 sampai dengan Rp.13.900 per dolar AS," kata Lana dikutip dari analisisnya, Kamis 7 Februari 2019.

Dia mengatakan, sebelum pengumuman data pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Badan Pusat Statistik kemarin memperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 5,1 persen. Namun, pertumbuhan 2018 mencapai 5,17 persen secara tahun ke tahun atau year on year (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 2017 sebesar 5,07 persen yoy.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

Dari sisi eksternal, dia mengungkapkan, perkembangan ekonomi yang memengaruhi adalah menurunnya defisit perdagangan AS, yang menjadi yang terendah dalam lima bulan terakhir. Neraca perdagangan AS untuk November 2018 tercatat sebesar US$49,3 miliar. 

"Realisasi defisit ini lebih kecil dibandingkan ekspektasi konsensus sebesar defisit US$54 miliar. Realisasi defisit ini merupakan yang terendah dalam 5 bulan terakhir pascaperang dagang antara AS-China mulai 1 Juli 2018 lalu," ungkap dia.

Di sisi lain Lana menambahkan, perang dagang direspons dengan melakukan front loading impor oleh para pelaku usaha untuk mengantisipasi kenaikan harga. Efek kenaikan tarif mulai menunjukkan hasil dengan impor yang mulai turun. Pada 2017, defisit perdagangan terbesar AS berasal dari China, Meksiko, dan Jepang. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya