Impor Melonjak Kerek Transaksi Berjalan 2018 Defisit 2,98 Persen PDB

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA – Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan Indonesia kuartal IV-2018 mencapai US$9,1 miliar atau 3,57 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu melebar dari kuartal III-2018 yang mencapai US$8,6 miliar atau 3,28 dari PDB.

Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal II-2023 Defisit, BI Sebut Tidak Berdampak Buruk ke Rupiah

Sementara itu, secara keseluruhan 2018, defisit transaksi berjalan menjadi US$31,1 miliar atau 2,98 persen dari PDB. Angka tersebut tercatat naik dari periode yang sama tahun lalu, namun masih di level aman yaitu di bawah 3 persen dari PDB.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI, Yati Kurniati mengungkapkan, membengkaknya defisit disebabkan menurunnya kinerja neraca perdagangan barang nonmigas akibat masih tingginya impor. 

BPS Ungkap Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Neraca Perdagangan RI

Diketahui, kinerja neraca perdagangan nonmigas anjlok dari senilai US$25,2 juta menjadi US$11,1 juta pada 2018.

"Neraca perdagangan nonmigas memang surplusnya terus menipis. Ini karena impor tinggi, sementara ekspor terbatas. Dan ekspor tergantung kondisi global, jadi di global sendiri permintaannya melambat karena tantangan global masih tinggi," kata Yati di Gedung BI, Jakarta, Jumat 8 Februari 2019.

Neraca Perdagangan RI Februari 2022 Surplus US$3,83 Miliar

"Ditambah, harga komoditas itu turun dan juga kita ketahui ekspor kita banyak yang komoditas primer yang lebih dari 52 persen yang diekspor. Ini jadi tergantung pada harga komoditas global," tuturnya.

Meski begitu, Yati menegaskan, defisit yang dipengaruhi oleh impor nonmigas yang tinggi, khususnya bahan baku dan barang modal itu sebagai dampak dari kuatnya aktivitas ekonomi dalam negeri, di tengah kinerja ekspor nonmigas yang terbatas. 

Tah hanya itu, kenaikan defisit transaksi berjalan juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rata-rata harga minyak dunia dan konsumsi BBM domestik.

"Overall impor migas masih tinggi itu jadi faktor utama defisit transaksi berjalan membengkak. Memang impor migas dari tahun ke tahun sekitar US$20 miliar dan biasanya itu di-compensite dengan neraca nonmigas yang surplusnya tinggi. Tapi tahun ini harga drop di luar ekspektasi kita sehingga enggak bisa nutup. Jadi dari sektor migas ini memang sedang diupayakan untuk perbaikan-perbaikan," ujarnya.

Akan tetapi, Yati menegaskan, di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi pada periode itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup signifikan sebesar US$25,2 miliar, terutama ditopang aliran masuk modal berjangka panjang. Dengan kondisi tersebut, neraca pembayaran Indonesia 2018 mengalami defisit sebesar US$7,1 miliar.

"Defisit neraca transaksi berjalan 29,8 persen PDB masih di batas aman, di sisi lain transaksi modal dan finansial surplus signifikan totalnya US$25,2 miliar. Dengan itu keseluruhan tahun defisit 2018 bisa lebih rendah dari perkiraan semula. Ini defisit US$7,1 miliar, terefleksi dari cadangan devisa kita turun," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya