Bila Pekerja Diganti Robot, Sri Mulyani Khawatir Pajak Bisa Turun

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai, perkembangan teknologi digital yang terus terjadi di dunia hingga saat ini, merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari. Jika tidak beradaptasi, dia menduga banyak masyarakat yang bakal kehilangan pekerjaan, karena tergantikan kemajuan teknologi itu.

Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Pekerjaan Kian Parah di Tiongkok

Bahkan, Sri mengaku khawatir, jika masyarakat tak mampu beradaptasi pada perkembangan itu pekerjaannya tergantikan oleh robot, dan tidak ada lagi masyarakat yang mampu melakukan produktivitas pekerjaan. Bahkan, tidak ada lagi yang dibayar dan berujung hilangnya pendapatan negara, khususnya pajak penghasilan.

"Anda jangan anggap ini fiksi, Kementerian Keuangan ada dalam core ini. Siapa yang dapat income kalau diganti robot? Siapa yang bayar pajak? Siapa yang bangun public utility? Public services? Apa kita didesain menikmati waktu luang? Lebih produktif atau degrading? Entah bikin hoax, karena produktivitasnya dia bingung," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa 12 September 2019.

Ramalan Zodiak Senin 22 April 2024, Virgo Dapat Perhatian dari Orang Asing

Terlebih, lanjut dia, saat ini persaingan dunia kerja semakin kompetitif akibat semakin besarnya pertumbuhan penduduk dunia, dari yang saat ini sebanyak tujuh miliar orang, menjadi sembilan miliar pada 2030. Ditambah, dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang terus tumbuh cepat.

"Banyak survei yang telah mengeluarkan, seperti McKensey, mengeluarkan rilis berapa banyak pekerjaan hilang, karena digantikan robot, karena lebih mudah dan murah. Terutama, pekerjaan yang repetitif sifatnya bakal diganti robot. Ini memberikan dampak bagaimana manusia hidup di dunia nantinya," tegas dia.

Deretan Aturan Nyeleneh yang Mengatur Kehidupan Korea Utara di Era Kim Jong Un

Akibat itu, Sri mengakui, sebagai pemimpin dari lembaga yang mengelola keuangan negara merasa bahwa Kementerian Keuangan harus menjadi lembaga pelayanan publik terdepan untuk beradaptasi menghadapai perkembangan itu, salah satunya adalah dengan menciptakan budaya digital di lingkungan kerja.

"Kalau Kementerian Keuangan sebagai policy maker hanya fokus APBN, mikir jelasin utang, padahal kita di lingkup perubahan itu. Maka jangan kaget, kalau kita mikirnya sepele, Indonesia hanya dijadikan pasar. 55 juta masyarakat kita punya daya beli yang mantap, pengguna telepon genggam, growth internet double digit, ini potensial sebagai market," tegas dia.

"Nah, kalau Kementerian Keuangan tidak mampu memahami fenomena ini dan menghubungkan dengan tanggung jawab kita yang penting. Maka, tidak ada lagi institusi yang mampu. Karena, peran keuangan negara penting, maka kemampuan memahami teknologi digital dan menciptakan budaya digital menjadi penting dengan our work," tambahnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya