Faisal Basri Ungkap Resep agar Rupiah Kuat Tahan Lama

Ekonom Senior Faisal Basri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVA – Nilai tukar rupiah pada 12 Februari 2019 kembali bertengger di level Rp14.088 per dolar Amerika Serikat, setelah sepekan belakangan ini berada di posisi Rp13.976 per dolar. Penguatan tersebut pun dinilai adalah siklus yang terjadi pada awal tahun. 

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, berpendapat, tren penguatan rupiah baru akan benar-benar menguat bila pemerintah bisa menjaga stabilitas transaksi berjalan.

"Jadi sepanjang masih defisit (transaksi berjalan) ya rupiahnya akan melemah. Karena current account itu kan terdiri dari ekspor impor barang dan jasa yang polanya setiap hari," kata Faisal di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu 13 Februari 2019.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Faisal menegaskan, upaya utama untuk membuat rupiah kembali menguat dan terjadi secara berkesinambungan, adalah jika CAD mampu ditekan. Kemudian, arus modal asing masuk dengan deras ke Indonesia. 

"Jadi resep rupiah menguat itu sepanjang current account membaik defisitnya, dan diimbangi juga dengan modal asing yang masuk banyak, termasuk foreign direct investment (FDI)," ujarnya.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

Faisal menyayangkan, pemerintah yang dinilai tidak terlalu atraktif dalam menarik FDI. Upaya itu masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand dalam menarik investasi asing masuk ke negaranya.

"Tapi syukur stock market kita bisa bertahan dan tidak menurun tajam. Investor domestik kian berperan dan membuat stock market makin tahan banting, dan tidak ada alasan tidak naik terus," tutur Faisal.

Current account deficit (CAD) pada kuartal IV-2018 tercatat sebesar US$9,1 miliar atau 3,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu diketahui naik dari kuartal III-2018, yang hanya sebesar 3,37 persen terhadap PDB.

Guna memperbaiki kondisi tersebut, Faisal menegaskan, cara cepat untuk menghasilkan dolar adalah dengan meningkatkan ekspor barang. Karena itu, industri di dalam negeri pun harus digenjot, agar bisa menjadi ujung tombak dalam upaya mengurangi CAD demi menguatkan rupiah.

"Jadi yang menyebabkan defisit perdagangan itu memang bukan migas. Melainkan dari sektor non-migasnya yang meningkatkan impor yang dahsyat. Gula saja kita impor, garam, beras juga impor," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya