Menkeu Sri Sedih Milenial Banyak yang Mau Jadi Unicorn, Kenapa?

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku prihatin, atas besarnya keinginan generasi milenial di Indonesia yang condong ingin membangun usaha rintisan atau startup, ketimbang industri di sektor riil.

Angin Segar untuk Startup Pemula

Hal itu disampaikannya, setelah mendengar pernyataan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, yang menungkapkan bahwa anaknya enggan untuk melanjutkan usahanya. Lantaran, ingin membangun bisnis startup.

"Saya sebenarnya sedih, waktu Pak Benny bilang, anaknya enggak mau melanjutkan bisnisnya. Itu menggambarkan, lebih enak bisnis yang lain atau yang online-online. Pengen jadi unicorn ya, yang online ya, itu yang jadi persoalan," kata Sri di kantornya, Jakarta, Senin 18 Februari 2019.

Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

Menurutnya, meskipun startup menawarkan keuntungan sendiri dan telah banyak yang memberikan contoh menjadi industri besar dengan status unicorn, atau bervaluasi mencapai lebih dari US$1 miliar. Startup tidak mampu berdiri sendiri tanpa di topang oleh industri-industri sektor riil.

Misalnya saja, startup di bidang jasa travel atau pelayanan tiket, memerlukan jasa industri penopang pariwisata dan transportasi seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, perhotelan, maupun sentra oleh-oleh yang merupakan industri riil. Begitu juga untuk startup jual beli online yang memerlukan industri tekstil, pergudangan, hingga jasa logistik.

Startup Kripto Ini sedang Bahagia

"Artinya, yang membangun unicorn untuk platform itu is the one thing, kayaknya dengar unicorn pada ketawa sendiri. Unicorn itu kan untuk platform sendiri, tetapi the real player-nya kan tetap harus ada," tegasnya.

Di samping itu, Sri mengaku untuk membangun startup hingga mencapai status unicorn bukan hal yang mudah. Sebab, untuk mencapai tahap itu, harus memiliki sumber daya manusia berkualitas dan memiliki akses terhadap perkembangan teknologi itu sendiri.

"Jadi, kalau kita makin meningkatkan kapasitas SDM kita, dengan suatu kurikulum yang mampu membuat mereka menjadi, pionir inovatif, itu dilakukan. Maka, investasi di bidang SDM akan menjadi prioritas. Prioritas tidak hanya jumlah 20 persen, tetapi bagaimana mengalokasikan," paparnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya