Jonan Sayangkan Banyak Pejabat RI Sibuk Studi untuk Kejar Pangkat

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, mengaku bingung dengan sistem kenaikan pangkat di birokrasi Indonesia. Khususnya yang mengharuskan seseorang memiliki pendidikan lebih tinggi terlebih dahulu ketimbang diangkat berdasarkan capaian kinerjanya. 

KAI Daop 6 Operasionalkan 2 KA Tambahan dari Solo Balapan Saat Lebaran

Menurutnya, itu malah membuat beberapa lembaga penelitian di birokrasi di Indonesia justru mengalami kemunduran. Dia mencontohkan, pada 1970, Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) memiliki kantor operasi di Paris, Prancis. 

Namun, akibat adanya sistem kenaikan pangkat tersebut, banyak peneliti yang justru memilih untuk melanjutkan studinya ketimbang menghasilkan penelitian yang bermanfaat. 

Tiket Kereta Api Jarak Jauh Dijual Mulai Rp 25 Ribu dari 3 Stasiun Ini, Catat Rutenya

"Sibuk sekolah, kalau enggak sekolah enggak naik pangkat. Ini saya terus terang, amat sangat tidak mengerti sampai saat ini, baik sebagai menteri maupun sebagai manusia," ujar Jonan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa 26 Februari 2019.

Karenanya, menurut Jonan, sistem tersebut ke depannya harus di ubah. Aparatur Sipil Negara atau ASN yang memperoleh pendanaan pendidikan dari pemerintah atau memperoleh beasiswa, seharusnya orang-orang yang mampu untuk menciptakan temuan-temuan atau riset yang justru memajukan bangsa. Bukan sekadar dokumen penelitian yang tidak berujung.

Aturan Baru PNS Soal Ketentuan Masuk Kerja hingga Hukuman Berat

"Saya katakan pada teman-teman yang sekolah tinggi, yang penting itu apa yang dikeluarkan negara untuk kita sekolah, bisa diberikan kepada masyarakat. Kalau PGPS (Pinter Goblok Penghasilan Sama), agak berat," tegas mantan Menteri Perhubungan itu.

Jonan pun mencontohkan, sebagai seorang menteri yang tidak memiliki ijazah akademis doktoral, bisa memimpin PT Kereta Api Indonesia. Dia terbukti mampu mengubah institusi tersebut dari yang semula tidak terstruktur dengan rapi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjadi perusahaan yang mampu meningkatkan pendapatan ratusan kali lipat.

"10 tahun yang lalu, 25 Feb 2009, saya ke Stasiun Gambir, kepala stasiun yang senior, saya tanya take home pay-nya berapa, beliau jawab, total penghasilan Rp2,75 juta. Apa cukup? Ga cukup katanya," ungkapnya. 

"Saya tanya, pendapatan karcis parkir Gambir berapa, beliau bilang Rp3 juta per hari, kita mau ubah enggak? Sekarang take home pay-nya Rp27,5-Rp30 juta, naik 10 kali. Tapi saya tanya, pendapatan karcis parkir berapa, dikatakan Rp100 juta lebih, naiknya 30 kali," papar Jonan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya