2024 Kemenperin Targetkan Ekspor Furnitur RI Capai US$5 Miliar

Produk furnitur yang ditampilkan di Jiffina 2019.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Cahyo Edi

VIVA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menggenjot penjualan produk industri kecil menengah atau IKM di bidang furnitur untuk ekspor. Dengan meningkatkan nilai ekspor pada bidang furnitur diharapkan akan berdampak pada perekonomian nasional.

Ada Konflik di Timur Tengah, Bos BI Pede Ekonomi RI Tetap Kuat

Kemenperin pun menargetkan pada 2024 nilai ekspor dari furnitur bisa tembus di angka US$5 Miliar. Untuk mencapai target tersebut sejumlah langkah pun disiapkan Kemenperin.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih menyebut, salah satu kendala yang dihadapi para pengusaha di bidang furnitur adalah Sistem Legal Verifikasi Kayu (SLVK). 

Bea Cukai Lakukan Uji Coba Modul Vehicle Declaration dalam Sistem CEISA 4.0

Menurut dia, para pengusaha furnitur kelas menengah ke bawah disebut Gati belum semuanya mampu membayar. Padahal SLVK ini merupakan salah satu syarat ekspor barang furnitur berbahan kayu.

Gati menerangkan, Kemenperin saat ini sedang berupaya agar pengusaha bisa lebih mudah dan murah mendapatkan SVLK itu guna memperlancar ekspor produknya.  

Kemenkeu Monitor Dampak Konflik Israel-Iran ke Ekspor RI

"SVLK ini masih jadi kendala. Karena belum semua pelaku IKM (industri kecil menengah) sanggup membayar untuk memperolehnya," ujar Gati saat membuka Jogja International Furniture and Craft Fair (JIFFINA) di Yogyakarta Rabu 13 Maret 2019.

Gati menuturkan, salah satu upaya peningkatan ekspor furnitur itu tak lain produktivitas. Menurut dia, untuk meningkatkan produktivitas ini butuh peralatan seperti mesin yang memadai.

Gati mengungkapkan, saat ini Kemenperin juga tengah menggalakkan program restrukturisasi. Dengan program ini pengusaha furnitur bisa memeroleh peralatan mesin usaha untuk meningkatkan produktivitasnya. 

Dalam program restrukturisasi, kata Gati, pemerintah menanggung biaya pembelian mesin produksi. Pemerintah akan menanggung 30 persen dari total harga mesin buatan dalam negeri dan 25 persen jika mesin tersebut impor.

“Program restrukturisasi itu potongan harga pembelian mesin yang bisa diperoleh pengusaha minimum Rp5 juta dan maksimumnya Rp300 juta, jadi pelaku IKM bisa beli mesin yang harganya paling tinggi sekitar Rp1, 5 miliar,” jelas Gati.

Berdasarkan data dari Kemenperin diketahui jumlah IKM furnitur 2016 total sebanyak 21.643 usaha. Di mana dari jumlah itu sebanyak 20.699 termasuk industri kecil dan 944 merupakan industri menengah.

Dari jumlah industri tersebut, catatan neraca perdagangan Januari 2019, sektor industri kerajinan dan furnitur mencatatkan surplus. Di mana industri furnitur mencatatkan nilai ekspor US$113,36 juta dan industri kayu, barang dari kayu, gabus, bamboo, anyaman, bambu, rotan senilai US$283,84 juta. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya