Jabodetabek Bakal Lebih Padat dari Tokyo, Pelaku Property Harus Jeli

Ilustrasi perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R Rekotomo

VIVA – Penelitian Euromonitor International mengungkapkan, jumlah populasi di  kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi atau Jabodetabek akan mencapai 35,6 juta orang pada 2030 mendatang. Diperkirakan, 10 tahun lagi Jabodetabek bakal menjadi kota megapolitan terbesar di dunia, menggeser Tokyo, yang saat ini berpenduduk 35,3 juta jiwa.

Melantai di Bursa New York, PropertyGuru Raup Dana Segar US$254 Juta

Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di ibu kota dan sekitarnya, sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menyediakan sarana transportasi yang layak.  

Hasil Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2014 menyebutkan, 28 juta jiwa penduduk Jabodetabek berumur 5 tahun ke atas. 13 persen di antaranya merupakan penduduk komuter.

Luhut Umumkan Jabodetabek Kembali ke PPKM Level 2

Persentase tertinggi di Kota Depok (20 persen), Kota Bekasi (20 persen), dan Kota Tangerang Selatan (18 persen). Persentase komuter terendah terdapat di Kabupaten Tangerang (6 persen). Untuk wilayah provinsi DKI Jakarta, persentase komuter tertinggi terdapat di wilayah Jakarta Pusat (15 persen).

“Karena itu pemerintah harus bisa menyediakan sistem transportasi publik yang nyaman, aman, murah serta menjangkau lebih banyak tujuan masyarakat,” kata pengamat perkotaan Yayat Supriyatna dalam sebuah seminar di Marketing Lounge Podomoro Golf View, Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada Kamis, 14 Maret 2019.

Pedagang Sapi Sudah Berjualan, Kementan Minta Masyarakat Tak Khawatir

Merujuk data Bank Dunia, biaya transportasi maksimum adalah 10 persen dari pendapatan per bulan. “Sementara di Jabodetabek, masyarakat menengah ke bawah rata-rata menghabiskan 43 persen. Bandingkan dengan Cina hanya tujuh persen, Singapura tiga persen dari pendapatan per bulan,” kata Yayat.

Karena itu menurut Yayat, tak heran jika transportasi menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat total jumlah perjalanan orang di Jabodetabek pada 2015 mencapai 47,5 juta orang per hari. 

Jumlah itu terdiri dari pergerakan dalam kota sebesar 23,42 juta, komuter 4,06 juta dan pergerakan lainnya yang melintasi Jabodetabek sebesar 20,02 juta orang per hari. 

“Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2018, penanganan transportasi Jabodetabek dituangkan dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ),” kata Direktur Prasarana BPTJ, Heru Wisnu Wibowo di lokasi yang sama.
 
Sebagai implementasi hal itu, kata Heru, Presiden Joko Widodo telah membentuk BPTJ sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi mengintegrasikan penyelenggaraan transportasi di Jabodetabek.

Sasaran yang diharapkan tercapai dari implementasi tersebut secara substansial adalah terciptanya sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi di seluruh Jabodetabek, berbasis angkutan umum massal.

Hal tersebut dinilai ampuh mengurangi kecenderungan penggunaan kendaraan pribadi, yang menyebabkan kemacetan. 

“Indikator kinerja utama BPTJ adalah mengupayakan pergerakan orang dengan angkutan umum  mencapai 60 persen dari total pergerakan orang,” jelas Heru.

Indikator lainnya, adalah waktu perjalanan asal tujuan maksimal 1,5 jam pada masa puncak, kecepatan rata 30 kpj pada masa puncak, cakupan pelayanan angkutan umum 80 persen dari panjang jalan di perkotaan.

“Juga menyediakan akses jalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 meter, setiap daerah punya feeder yang terintegrasi, serta fasilitas pejalan kaki dan park and ride dengan jarak perpindahan antarmoda 500 meter,” papar Heru.

Karena itu, lanjut Heru, kota-kota penyangga dapat berperan melalui dukungan untuk mengakomodir pergerakan masyarakat. 

“Pergerakan masyarakat dapat diminimalisir dengan pengembangan kawasan yang berorientasi transit pada masing-masing kota penyangga,”  tambahnya.

Salah satu langkah tersebut telah dilakukan oleh pelaku properti, di bawah naungan PT Agung Podomoro Land. Assistant Vice President Podomoro Golf View PGV, Alvin Andronicus menjelaskan, pengembangan kota baru Podomoro Golf View atau PGV, merupakan salah satu cara pihaknya dalam mendukung pemerintah mengatasi kemacetan. 

Di kawasan hunian terpadu yang dibangun terdapat stasiun Light Rail Train, park and ride serta feeder untuk kendaraan umum. “Dengan fasilitas yang ada, baik penghuni maupun masyarakat sekitar dapat memanfaatkan dengan baik sehingga bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” ujarnya.

Upaya lainnya adalah dengan menyediakan seluruh kebutuhan masyarakat di PGV, mulai dari pendidikan, kesehatan, wisata, dan sebagainya, sehingga diharapkan meminimalisasi perjalanan ke luar kawasan. Area PGV diperkirakan akan dihuni sekitar 60 ribu jiwa. (row)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya