Diskresi Impor Bawang Putih Bulog Ciptakan Ketidakadilan

Bawang putih.
Sumber :

VIVA – Pemberian keistimewaan atau diskresi terhadap Perum Bulog melakukan impor bawang putih tanpa kewajiban menanam lima persen dari volume impor sesuai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Permentan Nomor 38 Tahun 2017, menjadi pertanyaan sejumlah pihak.

Harga Bawang Putih Rp 60 Ribu di Sulteng, Jokowi: Ini yang Agak Mahal, tapi Secara Umum Baik

Diskresi yang diberikan kepada Bulog dinilai tidak hanya menciptakan sebuah ketidakadilan terhadap importir yang patuh dan petani. Tapi juga pemberian hak istimewa tersebut bertendensi melanggar hukum.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiwan menilai, penugasan tersebut mesti termaktub dalam perundang-undangan, minimal dalam peraturan menteri pertanian (permentan) yang memang mengurusi rekomendasi impor produk hortikultura. 

Daftar Harga Pangan 26 Maret 2024: Bawang, Daging Sapi, hingga Telur Ayam Naik

"Pemerintah itu yang penting diatur dengan perundang-undangan. Ada pengecualian itu. Ada enggak. Ketika ada, peraturan itu termasuk Permentan, berarti dia dikecualikan,” ucap Chandra dalam keterangannya dikutip, Rabu 20 Maret 2019.

Ia mengungkapkan, jika sebaliknya tidak ada perundang-undangan yang jelas dalam penugasan tersebut, KPPU menegaskan hal tersebut dapat membuat persaingan usaha menjadi tidak sehat. 

Daftar Harga Pangan 21 Maret 2024: Daging Sapi hingga Telur Ayam Naik

Apalagi, lanjut dia, selama ini importir mesti mematuhi kewajiban menanam bawang putih dengan produksi lima persen dari total yang diimpor, sementara Bulog tidak. 

Selama ini, adanya kewajiban menanam kembali membuat biaya produksi importir lain lebih besar. Kebijakan ini juga dinilai merugikan petani bawang putih lokal yang terlindungi dengan kewajiban tanam itu.  

"Ketika orang mengimpor lalu disuruh tanam, itu kan cost. Ada biaya tambahan yang mereka keluarkan sehingga memengaruhi harga," ujarnya. 

Chandra mengingatkan, bawang putih yang diimpor Bulog baiknya tidak dijual dalam di pasaran yang sama dengan bawang putih impor lainnya. Karena jika pasarnya sama, hal tersebut akan membuat level persaingan terkait komoditas impor tersebut menjadi diskriminatif. 

"Kalau diskriminatif, itu berarti mereka bersaingnya tidak dalam level yang sama sehingga persaingannya tidak sehat,” tegasnya. 

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Hortikultura Nasional, Anton Muslim Arbi menilai kebijakan impor yang diberikan tanpa wajib tanam ini bisa berdampak pada produksi bawang putih lokal.

Padahal, lanjut dia, pemerintah punya intensi baik untuk meningkatkan produksi bawang putih lokal dengan RIPH pada Permentan Nomor 38 tahun 2017. Sehingga, kebijakan deskresi ini menafikan peluang tersebut. (jhd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya