Genjot Kredit Perbankan, Alasan BI Naikkan Rasio Likuiditas

Gedung Bank Indonesia (tampak depan)
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA – Bank Indonesia telah memutuskan untuk menaikkan rasio intermediasi makroprudential atau RIM dari yang sebesar 80-92 persen menjadi 84-94 persen. Kenaikan batas atas dan bawah RIM itu akan mulai berlaku pada 1 Juli 2019, dengan tujuan supaya perbankan semakin gencar menyalurkan kredit.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Ita Rulina, menjelaskan kinerja penyaluran kredit perbankan pada dasarnya masih baik saat ini, yakni masih di kisaran 11,97 persen pada awal 2019.

Namun penyaluran itu dirasa BI belom optimal, karena belum sampai menyentuh batas atas target penyaluran kredit tahun ini di posisi 12 persen.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

"Kita perlu mendorong bank tambahin kreditnya walaupun kredit growth-nya sudah di atas, tapi hanya dititik-titik tertentu, sementara yang long term-nya masih di bawah. Kita sudah ada LTV (loan to value) tapi baru keluar 2018 grafiknya angkanya masih di bawah maka kita keluarkan stimulus lagi," katanya di Yogyakarta, Sabtu 23 Maret 2019.

Salah satu yang menyebabkan pelonggaran tersebut, lanjut dia, terindikasi dari kekhawatiran bank terhadap semakin susutnya dana pihak ketiga (DPK) sebagai sumber pendanaannya. DPK pada awal 2019 dikatakannya hanya mencapai 6,39 persen dari yang sebelumnya bisa dikisara 6,45 persen, terutama bagi bank BUKU III ke bawah.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

Sementara itu, bagi perbankan BUKU IV dikatakannya masih memumpuni, tercermin dari likuiditas perbankan yang di kisaran 20,25 persen awal 2019. Namun meski alat likuidnya masih tinggi, dikhawatirkan perbankan kategori itu semakin selektif untuk menyalurkan kredit lantaran perekonomian global melambat dan rasio kredit bermasalah yang meningkat di posisi 2,56 persen.

Padahal, Ia mengatakan permintaan domestik saat ini masih sangat besar untuk mendorong pertumbuhan kredit. Salah satu indikatornya, kata dia dapat dilihat dari rasio kemampuan perusahaan membayar bunga utang atau Interest Coverage Ratio (ICR) di atas batas amannya, yakni 1,5 persen.

"Kalau bank berkeluh kesah enggak ada demand ini korporasi masih bergerak. ICR batas sehat itu 1,5 persen  sementara korporasi ICR nya lebih. Jadi kalau bank berkeluh kesah ini lihat dulu masih baik kok," tegasnya.

Untuk itu, dengan naiknya batas atas dari 92 persen ke 94 persen, bank-bank yang RIM nya sudah mendekati 92 persen namun masih memiliki likuiditas berlebih, memiliki ruang untuk menyalurkan kredit lagi. Sementara batas bawah naik dari 80 persen menjadi 84 persen ditujukan supaya perbankan yang RIM-nya masih di bawah batas minimum semakin menggenjot penyaluran kreditnya.

"RIM adalah untuk mendorong intermediasi perbankan dan mencegah mengurangi risiko prosiklikalitas perbankan, maka aspeknya tambahan setoran giro bagi bank dengan RIM di bawah atau di atas batas yang ditentukan," tegasnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya