Rupiah Kembali Melemah, BI: Itu Koreksi yang Sehat

Rupiah melemah/Ilustrasi.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA –  Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pada hari ini, Sabtu, 23 Maret 2019 kembali memasuki tren pelemahannya. Di pasar spot, rupiah diperdagangkan di posisi Rp14.165 per dolar AS atau melemah 0,18 persen di banding pembukaan perdagangannya yang di posisi Rp14.140 per dolar AS.

Rupiah Loyo Dibayangi Penurunan Surplus Neraca Dagang RI

Sementara itu berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dolar Rate atau Jisdor, rupiah pada Jumat, 22 Maret 2019, mampu menguat di posisi Rp14.157 per dolar AS, sedangkan diawal pekan, 19 Maret 2019, rupiah diperdagangkan di posisi Rp14.228 per dolar AS.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah menjelaskan, pola pergerakan tersebut terbilang masih dalam koridor pergerakan nilai tukar yang masih sehat. Itu disebabkan masih mencerminkan mekanisme pasar yang normal, sesuai ketersediaan dan permintaan rupiah itu sendiri.

Rupiah Loyo Senin Pagi Dipicu Data Inflasi AS

"Kemarin agak terkoreksi lagi, kami melihat itu sebagai sebuah koreksi yang sehat karena tidak mungkin yang namanya fluktuasi nilai tukar itu garis lurus. Kalau nilai tukar ditentukan oleh supply demand ya harus mengalami fluktuasi," tegas Nanang di Yogyakarta, Sabtu, 23 Maret 2019.

Meski demikian, Nanang memastikan bahwa arah pergerakan nilai tukar rupiah tahun ini kecenderungannya akan terus mengalami penguatan. Selain karena faktor fundamental ekonomi Indonesia yang masih terus mampu di jaga dengan baik, seperti inflasi yang rendah di bawah tiga persen, hingga pertumbuhan ekonomi konsisten di atas lima persen, kondisi ketidakpastian perekonomian global juga mulai mereda.

Rupiah Loyo Pagi Ini Tertekan Data Inflasi Produsen AS

Misalnya, lanjut dia, ditandai oleh arah kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve yang dipastikan tidak akan naik pada tahun ini, meskipun faktor tekanan lainnya terhadap rupiah seperti pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat akibat perang perdagangan serta masih tidak menentunya Brexit.

"Dari tiga faktor ini dari 2018 yang sangat berpengaruh terhadap kurs setidaknya di 2019 ini satu hal sudah lebih jelas. Nah artinya satu faktor global itu sudah jelas akan memberikan dukungan terhadap stabilitas rupiah memang ada faktor lain yang muncul yaitu situasi ekonomi global yang belakangan semakin melemah," tegasnya.

"Jadi dari sisi stabilitas menurut saya di 2019 akan lebih baik dibanding 2018. Tetapi jangan melihat kurs itu dari hari ke hari karena kurs itu ditentukan oleh supply demand. Jadi bisa saja tiga hari menguat satu hari melemah, itu sebuah koreksi yang harus kita lihat sebagai koreksi yang sehat. Tetapi secara fundamental stability di 2019 akan lebih baik," tambah Nanang.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya