Kemendag Tegaskan Telah Menyerang di Tengah Perlambatan Global

Kementerian Perdagangan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Kementerian Perdagangan memastikan, strategi dagang yang ditempuh pemerintah sudah mengarah ke strategi offensive atau menyerang, terutama setelah adanya potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akibat dampak semakin intensnya perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China.

Kementerian Perdagangan dan Penegak Hukum Diminta Lebih Tegas Tangani Peredaran Oli Palsu

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri menjelaskan, strategi menyerang itu pada dasarnya tidak hanya dilakukan baru-baru ini, melainkan sejak 2008.

Menurut dia, strategi itu dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement dengan Jepang dan berlanjut dengan Chili, Pakistan pada 2017, serta pada 2018 dengan Australia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa.

PB KAMI Desak Kementerian Perdagangan Cabut Izin Perusahaan Pembuat Oli Palsu

"Tahun ini, ada beberapa, dengan ASEAN juga. Jadi, itu kalau boleh saya katakan sisi offensive-nya, serangannya di situ, tentu serangan lain melalui bilateral dan multilateral," tutur dia di Jakarta, Rabu 27 Maret 2019.

Kasan pun mengakui, perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh perang perdagangan AS-China, serta proteksionisme yang dilakukan negara-negara lain, termasuk kebijakan proteksionisme Filipina melalui Special Safeguard (SSG) memang bakal memberatkan iklim perdagangan.

Integrasi Tiktok Shop dan Tokopedia, DPR: Harus Bantu UMKM Adaptasi dengan Teknologi

Namun begitu, ditegaskannya, proteksionisme yang dilakukan oleh negara-negara lain, seperti halnya Filipina, merupakan kebijakan proteksionisme latahan yang dipicu dari keberanian Presiden AS, Donald Trump untuk mulai menerapkan kebijakan pengenaan tarif terhadap produk-produk ekspor China, sehingga berakibat intensnya perang perdagangan kedua negara.

"Kalau boleh, bahasa saya ada semacam terminologi nasionalism protectionsm yang ini beberapa negara latah, sederhananya Donald Trump effect. Riil yang kita hadapi dengan India menaikkan tarif CPO dan turunnya, Filipina juga gitu dengan SSG karena adanya trump effect," tegas dia.

Karena itu, menurutnya, strategi defensive dalam perdagangan global tidak akan ditinggalkan pemerintah Indonesia, terutama sebagai langkah antisipatif terhadap efek lanjutan perang perdagangan. 

Strategi defensive tersebut, dikatakannya, yakni seperti Trade Remedies, yakni kebijakan antidumping maupun standarisasi dan safeguard atau bea masuk tindak pengaman sementara.

"Jadi, offensive defensive kita lakukan. Tapi pendapat pribadi saya, saya lebih senang strategi offensive. Karena, bagian dari bertahan juga," tegasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya