Pemerintah Siapkan Satgas Hadapi Penolakan Eropa terhadap Minyak Sawit

Ilustrasi kelapa sawit.
Sumber :
  • ANTARA/Syifa Yulinnas

VIVA – Pemerintah semakin mempersiapkan diri menghadapi kebijakan Uni Eropa yang berencana untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai salah satu bahan bakar nabati, karena dianggap tidak ramah lingkungan. 

PB KAMI Laporkan Dugaan Oknum Pejabat yang Terima Suap Pengusaha Oli dan Sparepart Palsu

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan bahwa kesiapan yang segera direalisasikan adalah dengan membentuk satuan tugas (task force) yang ditujukan untuk mempersiapkan gugatan bila Uni Eropa benar-benar menerapkan kebijakan tersebut.

"Disepakati nanti kita akan ada tim ini, karena birokrat susah, jadi harus ada kepanitiaan khusus," kata Oke usai rapat koordinasi sawit di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis 18 April 2019.

Kementerian Perdagangan dan Penegak Hukum Diminta Lebih Tegas Tangani Peredaran Oli Palsu

Satuan tugas tersebut nantinya, kata Oke, bakal beranggotakan orang-orang yang berasal dari lintas kementerian, pihak swasta, hingga firma hukum. Setidaknya, terdapat lima firma hukum yang akan ditunjuk sebagai bagian dari satuan tugas tersebut.

"Waktu mendampingi tim Pak Menko (Darmin Nasution) ke sana (Belgia), kita melakukan konsultasi hukum dengan beberapa calon law firm kita yang akan kita hire, kami sudah grading, kita sudah ada lima kita menetapkan siapa," ungkapnya.

PB KAMI Desak Kementerian Perdagangan Cabut Izin Perusahaan Pembuat Oli Palsu

Rencana penghentian pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati di Uni Eropa tercantum dalam dokumen Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II). Pelarangan akan berlaku total mulai 2030 dan pengurangan dimulai sejak 2024.

Meski begitu, saat ini, dokumen rancangan tersebut masih ditinjau lebih lanjut oleh Parlemen Eropa untuk kemudian disahkan sebagai sebuah kebijakan setelah diajukan oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019. Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan yang diajukan oleh Komisi Eropa tersebut dalam waktu dua bulan sejak diterbitkan. 

"Kita kan menunggu dulu, kita masih menunggu dulu delegated act di-publish secara resmi dan itu perkiraan 15 Mei setelah itu di-publish. Tapi kita sudah lakukan persiapan-persiapan," ujar Oke.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya