Dibutuhkan Ekspor Rp3.409 Triliun untuk Ekonomi Tumbuh 5,3 Persen

Ilustrasi Ekspor Impor.
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Komite Ekonomi dan Industri Indonesia atau KEIN menyoroti buruknya neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit sebesar US$2,5 miliar. Defisit itu disebut-sebut akibat dari harga komoditas yang anjlok, sedangkan volume ekspor dianggap memiliki kinerja yang cukup baik.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Wakil Ketua Umum KEIN, Arief Budimanta mengatakan, baiknya kinerja ekspor tersebut tergambar dari volume ekspor di sektor minyak dan gas bumi selama Januari-April 2019 yang masih tumbuh 13,07 persen, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, secara nilai pada periode yang sama cenderung turun, yakni negatif 8,54 persen. Oleh sebab itu, karena kinerja ekspor Indonesia yang masih didominasi sektor komoditas mentah, banyaknya barang yang diekspor itu tidak mampu mendorong nilai ekspor secara keseluruhan.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

"Harga komoditas itu turun cukup signifikan. Jadi walaupun secara volume meningkat tetapi secara nilai terjadi penurunan," katanya di Kantor KEIN, Jakarta, Jumat 17 Mei 2019.

Dengan catatan kinerja neraca ekspor pada akhir Kuartal I 2019 tersebut, maka dia menilai pemerintah harus bekerja keras mendorong ekspor supaya mampu mengejar target pertumbuhan ekonomi di posisi 5,3 persen pada tahun ini.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Sebab, berdasarkan hitungannya, supaya target pertumbuhan itu tercapai, maka secara keseluruhan tahun 2019 pemerintah harus mendorong ekspor mancapai angka Rp3.409 triliun. Adapun pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 yang sebesar 5,17 persen, berhasil dicapai dengan nilai ekspor sebesar Rp2.502 triliun.

"Kalau kita mau peningkatan ekspor maka harus terukur dan setiap bulan tercapai atau tidak dilihat. 2019 kita akan tumbuh 5,3 persen maka terlihat nilai ekspor kita minimal Rp3.409 triliun," tuturnya.

Untuk itu dia merekomendasikan, jika pemerintah masih terpaku terhadap ekspor barang-barang komoditas mentah dengan harga atau nilai yang tidak dapat dikendalikan, maka hal itu akan sulit tercapai. Sehingga, industri ke depannya harus didorong memproduksi barang bernilai tambah tinggi.

"Maka arah industrialisasi kita harus kita kembangkan kepada yang memiliki nilai tambah tinggi atau masuk ke turunan tiga dan empat," ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya