Logo WARTAEKONOMI

Kalau Grab dan Gojek Mau IPO, Analis Sarankan Hal Ini

Kalau Grab dan Go-Jek Mau IPO, Analis Sarankan Hal Ini. (FOTO: Reuters/Beawiharta)
Kalau Grab dan Go-Jek Mau IPO, Analis Sarankan Hal Ini. (FOTO: Reuters/Beawiharta)
Sumber :
  • wartaekonomi

Perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing) di Asia Tenggara, Grab dan Go-Jek, harus memperoleh cara untuk mendapat keuntungan sebelum memutuskan untuk menjadi perusahaan terbuka (go public), menurut para pakar. Saran itu didasari dari hasil pasca-IPO Uber dan Lyft yang kurang memuaskan.

Dengan kerugian operasi dari Uber dan Lyft, masing-masing senilai US$3 miliar dan US$977 juta tahun lalu, kedua perusahaan teknologi Amerika Serikat itu mendapat sambutan keras dari pasar sejak melantai di bursa. Secara tak langsung, itu juga menambah tekanan kepada Grab dan Go-Jek yang masih belum menunjukkan bisnis mereka menguntungkan.

"Grab dan Go-Jek perlu menunjukkan jalur yang jelas untuk mendapatkan arus kas positif, serta jalan menuju profitabilitas aktual," ujar Analis Pasar Senior di Oanda, Singapura, Jeffrey Halley, dilansir dari Nikkei Asian Review (21/5/2019).

Tak hanya itu, kedua pemain itu juga perlu membuat model bisnis berkelanjutan. Dalam artian, tak memerlukan suntikan besar dari modal ventura tiap enam bulan sekali demi mempertahankan bisnis yang didorong oleh pangsa pasar, menurut Halley lagi.

Ekonom Transportasi di Universitas Sosial Sains Singapura, Walter Theseira menambahkan, "IPO Uber dan Lyft menunjukkan, pasar modal publik skeptis akan profitabilitas dari perusahaan berbagi penumpang."

Sebelum IPO kedua perusahaan AS itu berlangsung, tak diketahui kesediaan pasar modal publik dalam menerima risiko substansial dari model bisnis perusahaan berbagi penumpang.

"IPO telah menunjukkan, kepercayaan publik pada kemampuan model bisnis dalam meraih keuntungan, lebih kecil daripada yang diperkirakan," imbuh Theseira, masih dalam laporan Nikkei Asian Review.