Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Peluang Ekspor di Tengah Perang Dagang 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Kompleks Istana Kepresidenan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Presiden Joko Widodo menggelar rapat dengan sejumlah menteri kabinet kerja membahas peningkatan ekspor di tengah situasi global saat ini. Agenda ini tak dipublikasikan kepada awak media karena digelar secara tertutup. 

RI Coba Manfaatkan RCEP Tarik Investasi ke Pasar Modal

Hadir di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita,  Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Selain itu, juga hadir Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso. 

Usai rapat, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah saat ini tengah berdiskusi bagaimana cara untuk meningkatkan ekspor Indonesia. 

Strategi RI Hadapi Perang Dagang di Tengah Pandemi COVID-19

"(Rapat) mengenai bagaimana peningkatan ekspor kita pada dasarnya secara keseluruhan, di tengah suasana ketidakpastian atau barangkali bisa disebut ada eskalasi," ucap Enggar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 13 Juni 2019. 

Arahan Jokowi, lanjut Enggar, adalah bagaimana menyikapi ancaman dari sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia, bagaimana dampak dan kesiapannya menghadapi situasi global ini. Khususnya perang dagang AS-China yang masih berlanjut. 

BPS: September 2021 Ekspor Pertanian-Pertambangan RI Kinclong

"Sekaligus melihat peluangnya. Karena mereka, baik dari Amerika (dan China) yang saling membatasi ini potensinya begitu besar. Berapa banyak komoditas yang bisa diekspor ke Amerika," ujarnya. 

Meski begitu, Enggar mengatakan, Amerika Serikat juga tidak mau hanya membeli saja. Indonesia juga harus melihat apa-apa saja yang bisa dibeli dari Amerika Serikat. 

"Karena kalau kita hanya semata-mata ekspor ke AS, terjadi defisit yang makin melebar. Saat ini defisit AS atau surplus Indonesia ke sana US$12,6 miliar. Namun kalau itu semakin lebar maka AS bisa cabut lagi soal fasilitas GSP (generalized system of preferences) kita," ungkap Enggar. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya