Lampu Jalur LRT Palembang Diputus, Dirjen Ketenagalistrikan Bingung

Rangkaian Light Rail Transit (LRT) Palembang melintas di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Listrik penerangan jalan umum LRT Palembang diputus oleh PLN. Kebijakan ini diambil lantaran tagihan listrik untuk PJU tersebut tidak dibayar sejak enam bulan terakhir dengan total diperkirakan mencapai Rp189 juta. 

Capaian PLN 2021: Pelanggan 82,5 Juta, Rasio Elektrifikasi 99,43%

Pihak pemerintah daerah maupun pelaksana proyek yakni Waskita Karya sama-sama mengaku kalau lampu jalan tersebut bukan wewenang mereka. Sehingga tidak ada yang merasa bertangungjawab untuk membayar tunggakan tersebut. 

Menanggapi fenomena itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, pun mengaku tak bisa berbuat apa-apa soal pemutusan aliran listrik oleh PLN itu. Menurutnya, kebijakan tersebut  murni merupakan business-to-business (b-to-b). 

Grab Permudah Mobilisasi Karyawan PLN

"Itu kan B to B, kita enggak bisa berbuat apa-apa," kata Rida di kantornya di Jakarta, Selasa 2 Juli 2019.

Menurut Rida, pihaknya belum menerima laporan resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku menyayangkan bahwa masyarakat turut dirugikan dengan kondisi tersebut. 

Listrik di Lokasi Gempa Pasaman Barat Hidup Lagi

"Perkara itu kemudian merugikan masyarakat ya itu kita sayangkan. Ya kita enggak bisa bantu, apalagi," kata dia. 

Rida melanjutkan, meskipun merupakan aksi korporasi dari perusahaan, pihaknya saat ini memang mendapat laporan bahwa layanan listrik di proyek LRT tersebut akan diturunkan untuk mengurangi biaya operation and maintenance (O&M). 

"Untuk mereduksi O&M nya, menurunkan layanannya. tadinya itu dia (LRT) pelanggan premium, tapi kemudian, ya sudah lah pak kita pakai tarif biasa saja. Dan itu akan mengurangkan O&M nya,“ jelasnya. 

Saat ditegaskan soal rakyat yang dirugikan, Rida lantas mengibaratkan hal ini sama seperti tarif tiket penerbangan yang tinggi. Artinya, pemerintah tidak bisa memenuhi seluruh keinginan masyarakat. 

"Kayak tarif tiket penerbangan tinggi, apa kemudian pemerintah bisa berbuat banyak? Kan enggak juga. Daripada kemudian safety nya berkurang. Itu percontohan," ujar dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya