Soal Gagal Bayar, BEI Fokus Telaah Dokumen Utang Jababeka

Kawasan Jababeka Residence.
Sumber :

VIVA – Bursa Efek Indonesia masih mendalami soal pernyataan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, atau KIJA, perihal adanya potensi gagal bayar atau default dalam hal pembayaran utang di keterbukaan informasinya.

Catat Rekor Baru, Rukun Raharja Cetak Laba Bersih 2023 US$27,1 Juta

Setelah BEI melakukan penghentian sementara atau suspensi saham KIJA pada Senin 8 Juli 2019, pada Selasa kemarin, BEI pun memanggil manajemen KIJA, guna diminta klarifikasinya terkait masalah default tersebut.

Meski demikian, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, masih enggan menjelaskan apa saja inti dan poin-poin dari pertemuan bersama manajemen KIJA kemarin.

Indofood Cetak Laba Bersih Rp 8,14 Triliun di Tahun 2023

"Ada proses yang sedang dilaksanakan, tetapi saya juga belum boleh menyampaikan apa yang didiskusikan," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Rabu 10 Juli 2019

"Nanti akan diinformasikan, setelah mereka menyampaikan tanggapan di website bursa," ujarnya.

Indocement Cetak Laba 2023 Rp 1,9 Triliun, Naik 5,9 Persen

Dalam pertemuan kemarin, Nyoman mengaku bahwa pihak bursa coba mengklarifikasi manajemen KIJA, perihal dokumen penerbitan surat utang yang dilakukan oleh anak usaha perusahaan Jababeka International BV.

Nyoman menjelaskan, pihak BEI masih akan memastikan, apakah memang prosedur penerbitan notes itu mengharuskan pembelian kembali saham (buy back) jika ada perubahan manajemen.

Selain itu, penelaahan juga dilakukan BEI pada dokumen resmi dan dokumen legal yang dimiliki perusahaan terkait hal tersebut. "Itu yang kita telaah, pertama tentunya sampai ke klausul-klausul yang ada pada saat mereka menerbitkan global bond misalnya," kata Nyoman.

Kemudian, Nyoman mengaku pihak BEI juga telah mengirimkan pertanyaan tertulis kepada manajemen KIJA, untuk dijawab dan disampaikan melalui web resmi BEI dalam waktu tiga hari. "Penjelasan secara umum kan tiga hari, dan baru saja kemarin kita hearing. Hari ini kita kirimkan pertanyaan itu untuk mereka jawab," ujarnya.

Bahas perubahan lini bisnis Bakrie Telecom

Sementara itu, Bursa Efek Indonesia menyoroti PT Bakrie Telecom Tbk, dalam rencana transformasi bisnis baru yang berfokus di contact center services, premium access number, dan voice and data solution.

Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna memastikan, masalah perubahan lini bisnis dari emiten berkode BTEL itu akan dikonfirmasi langsung, melalui upaya dengar pendapat yang akan dilakukan BEI bersama BTEL dalam waktu dekat.

"Bisnisnya itu yang salah satu jadi concern bursa, akan dibawa ke mana bisnisnya. Mungkin dalam waktu dekat, ada dengar pendapat," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Rabu 10 Juli 2019.

Nyoman mengakui, langkah evaluasi dalam upaya transformasi lini bisnis, merupakan hal yang umum dan wajib dilakukan oleh pihak board of director sebuah perusahaan. "Karena, mereka lah pihak yang bertanggung jawab memastikan kelangungan bisnis perusahaan," ujarnya.

Nyoman menegaskan, hal-hal yang perlu dipastikan BEI terkait masalah semacam itu, adalah mengenai apakah pelaksanaan atau pemilihan sektor bisnis tertentu itu sudah dipertimbangkan guna menjamin kelangsungan atas pergantian lini bisnis mereka.

Melalui upaya diskusi dan dengar pendapat, Nyoman mengakui, BEI akan mempertanyakan BTEL terkait laporan riset dari rencana transformasi bisnis mereka, serta argumen terkait perbaikan kinerja perusahaan ke depannya.

"Jadi, apakah ke depan bisa memperbaiki dari yang sebelumnya. Itu yang dilakukan bursa untuk menjamin sustainability kalau ada perubahan bisnis, atau ada opsi dan rencana yang lain yang belum terinformasi," kata Nyoman.

"Yang penting, ketika direksi melakukan aksi itu, yang kita tunggu sebetulnya bagi perusahaan adalah kondisi sustainibility-nya yang diragukan. Maka, yang kita lakukan adalah ikut membantu," ujarnya.

Diketahui, BTEL rencananya akan melakukan transformasi bisnis baru yang berfokus di contact center services, premium access number, dan voice and data solution untuk pelanggan korporat, UKM, dan residensial. Proses restrukturisasi bisnis itupun sudah dimulai sejak 2014.

Selain itu, sejak 2017, BTEL juga sudah mulai menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK), yang telah didistribusikan sebagai bagian dari implementasi ketetapan PKPU, atas surat wesel senior perusahaan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya