Istana Klaim Surplus Neraca Dagang Juni Hasil Perluasan Ekspor

Prof Ahmad Erani Yustika
Sumber :
  • twitter

VIVA – Setelah sempat minus, neraca perdagangan Indonesia Juni 2019 tercatat mengalami surplus. Hal itu pun dinilai sebagai bentuk perbaikan ekspor dan upaya pemerintah memanfaatkan situasi perang dagang antara AS dan China. 

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Pihak Istana juga menilai, perlu perluasan ekspor. Termasuk ke China. Maka Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, diminta menjajal negara-negara baru atau non-tradisional sebagai tujuan ekspor baru Indonesia. 

"Presiden ingin kinerja perdagangan diperbaiki, baik dengan jalan meningkatkan ekspor ke negara tradisional maupun nontradisional dan mengendalikan impor, salah satunya dengan cara menginisiasi industri substitusi impor," kata Staf Khusus Presiden bidang ekonomi, Ahmad Erani Yustika, Kamis 18 Juli 2019.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

Perluasan pasar ekspor melalui Kementerian Perdagangan, menurut Erani sudah terlihat dampaknya. Tahun 2018, jelas dia, ekspor Indonesia naik ke negara-negara non tradisional, seperti Bangladesh (15,9 persen), Turki (10,4 persen), Myanmar (17,3 persen), Kanada (9,0 persen), dan Selandia Baru (16,8 persen).

"Tahun ini, pemerintah fokus ke pasar Afrika, dengan menandatangani 12 perjanjian. Tiga di antaranya merupakan target pasar baru (sejak 2018), yakni Mozambik, Tunisia, dan Maroko," lanjut Erani.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Selain itu, dua negara di kawasan Asia yakni Iran dan Turki, juga menjadi target untuk peningkatan ekspor. Kemudian memacu kinerja sektor industri. 

Menurutnya, peranan produk industri terhadap nilai ekspor semakin meningkat dan mencapai di atas 70 persen pada 2018. "Agar terus meningkat, Kementerian Perindustrian sebagai anggota Komite Penugasan Khusus Ekspor (KPKE) mendorong dari sisi pembiayaan lewat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Kerja Sama Pengembangan Eskpor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Marolop Nainggolan menjelaskan, Indonesia bisa memanfaatkan peluang terhadap potensi pasar China. Sebab negara itu penduduknya cukup besar yakni 1,4 miliar orang. 

Dengan jumlah penduduk sebesar itu, maka guna memenuhi kebutuhan rakyatnya pemerintah China tidak dapat mengatasinya sendiri. Di sinilah Indonesia bisa mengambil peran. 

Neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2019 tercatat surplus sebesar US$200 juta. Meski surplus, ekspor Indonesia juga harus terus digenjot dengan memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. 

Atas kondisi itu, tidak sedikit pihak yang mendesak Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menggeber peluang itu. Yakni dengan melobi langsung pemerintah China.

Pimpinan Komisi VI Inas Nasrullah Zubir, menilai Indonesia memang harus menggenjot ekspor. Sebab potensi itu sangat besar sekali. 

"Jadi apa yang bisa produksi bisa kita tawarkan. Ya saya kira kalau emang ada yang bisa dibicarakan perlu ke China. Nah saya kira apa yang bisa kita ekspor sama kita, kita izin kita ekspor ke sana," jelas Inas.

Mendag diharapkan saat ke China nantinya bisa membawa kabar positif. Sehingga kerja sama ekspor Indonesia ke China terus meningkat untuk memperbaiki neraca perdagangan.

"Yang penting Mendag pulang bawa hasil. Tetapi menteri perindustrian juga harus ke sana juga untuk mencari tahu apa sih yang bisa diproduksi Indonesia diekspor China terutama barang-barang industri barang-barang teknologi Indonesia cukup mumpuni," lanjutnya menjelaskan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya