Jual Pakaian di Bawah Harga Grosir, Omzet Pedagangnya Rp200 Juta/Bulan

Ilustrasi revolusi industri 4.0.
Sumber :
  • Megapixl

VIVA – Kementerian Perindustrian menyebut bahwa industri kreatif mampu menyumbang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, yaitu sebesar Rp1.000 triliun pada tahun lalu.

Rektor IPDN Mendorong Kesiapan Hadapi Revolusi Industri

Adapun tiga sub sektor yang menjadi penopang utamanya, yaitu industri kuliner sebesar 41,69 persen, fesyen 18,15 persen, dan kriya 15,70 persen. Karena itu, pelaku usaha di sektor Tekstil dan produk tekstil (TPT) diminta melakukan transformasi untuk menghadapi era revolusi industri 4.0.

Pemilik merek Fendra bernama Fery Haryanto salah satu yang sukses berjualan pakaian atau fesyen secara online. Sukses berbisnis pakaian di Tanah Abang, Jakarta Pusat, rupanya tak membuat Fery puas begitu saja. Ia pun ulet mengajak semua pihak yang fokus industri ini untuk bergabung dengannya di dunia digital marketing.

Tahanan Polsek Tanah Abang yang Kabur Ditangkap Lagi, Tinggal 1 yang Buron

Meskipun baru lulus SMA, ia berani berbisnis fesyen dengan langsung menjadi produsen serta tanpa merek alias white label. Kenekatannya makin menjadi-jadi saat menjual hasil produksinya di bawah harga pasar, bahkan jauh di bawah harga grosir.

Harga produknya boleh saja murah, tapi barang yang dijual Fery berkualitas bagus. Bahkan, pedagang yang menjual produknya bisa menjualnya dengan harga lebih tinggi ke konsumen. Tidak heran jika ada pedagang yang menjual produk bermerek Fendra ini omzetnya bisa mencapai Rp100-200 juta/bulan.

Kesal Gak Dikasih Uang, Aksi Premanisme di Tanah Abang Gedor Kaca Mobil hingga Pecah

"Saya mempelajari bisnis fesyen sejak SMP. Itu pun dengan menjadi pelipat baju dan memasukannya ke dalam plastik. Saya juga belajar memperhatikan pedagang yang lebih senior bagaimana melayani pembeli, cara bersikap terhadap pembeli, atau sopan santun dalam melayani pelanggan," ungkapnya di Jakarta.

Dengan usianya yang masih tergolong milenial, Fery Haryanto merasa tergerak untuk mengajak anak-anak milenial lainnya berbisnis fesyen agar bisa sukses bersama-sama.

"Daripada harus beli merek terkenal yang harganya mahal. Apalagi saya sudah lebih dari 10 tahun jualan pakaian tanpa label (white label), kini saatnya membangun merek sendiri, Fendra," jelas dia.

Tidak tanggung-tanggung, Fendra mempekerjakan dua designer fesyen untuk membantu menciptakan tren di industri itu secara kekinian. Melihat peluang yang semakin besar di dunia fesyen, kini Fery merambah ke dunia digital marketing, yang juga sebagai persiapan menghadapi era revolusi industi 4.0.

Ia pun memberanikan diri meninggalkan Tanah Abang. “Bukan sekadar ingin mengembangkan usaha, namun saya ingin mengajak siapapun untuk berbisnis fesyen. Mungkin orang menganggap saya telah sukses dalam berbisnis. Tapi buat saya, tingkat tertinggi dari memiliki adalah berbagi,” kata Fery, menegaskan.

Menurut dia, hanya dengan membeli empat potong celana sudah bisa menjadi agen dan menjualnya dengan harga hingga Rp150 ribu. "Keuntungan agen saya lebih banyak dari saya. Kenapa produk Fendra bisa murah? Karena mulai dari pabrik bahan lokal dan luar negeri menjadi mitra kami," tegas Fery.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya