DPR Kritik Dana Pemulihan Ekonomi Nasional yang Dikucurkan untuk BUMN

Dampak pandemi virus corona COVID-19 telah memukul berbagai sektor perekonomian.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Kamrussamad, mengkritik langkah pemerintah dalam mengalokasi anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN. Sebab, alokasi anggaran tersebut sebagian besar digelontorkan untuk BUMN bukan untuk sektor riil dan UMKM yang terdampak corona atau COVID-19.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Kamrussamad menambahkan, di tengah Pandemi seperti ini, pemerintah juga mengeluarkan anggaran untuk proyek bahan bakar B-30. Hal ini dinilai tidak tepat karena hal tersebut tidak mendesak untuk perekonomian yang tengah merosot di tengah pandemi.

"Ini menggelikan. Pemerintah ingin supaya industri CPO (Crude Palm Oil) bisa berkompetisi dan mendapatkan apresiasi. Apakah tepat membangun opini seperti ini di tengah pandemi?" Kata Kamrussamad kepada wartawan Selasa 2 Juni 2020.

Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Penuhi Kebutuhan Anggaran Pilkada 2024

Anggota Komisi XI ini menilai, dalam mengalokasikan anggaran untuk PEN, semestinya pemerintah memiliki prioritas sektor apa saja yang akan dipulihkan. Dia mencontohkan seperti sektot Pariwisata ataupun UMKM yang terancam tumbang akibat pandemi COVID-19, bukan justru diberikan kepada BUMN.

Setidaknya ada sejumlah BUMN yang rencananya akan dapat dana PEN seperti PLN, Hutama Karya, Bulog, Garuda Indonesia, Kereta Api Indonesia (KAI), Perkebunan Nusantara, Bahana, Permodalan Nasional Madani, Perumnas, Pertamina, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC).

Korban Tewas Akibat Penembakan di Gedung Konser Moskow Bertambah Jadi 140 Orang

Kamrussamad menyebut, salah satunya Garuda Indonesia yang diberikan dana talangan paling banyak, yakni mencapai Rp 8,5 triliun. Dia khawatir dana talangan ini hanya akan digunakan untuk membayar utang sebesar USD 500 juta yang batas waktu pembayarannya jatuh pada Juni ini. "Kalau benar, tentu ini sangat ironis. Karena semestinya utang jatuh tempo solusinya adalah renegosiasi," ujarnya.

Dia menambahkan, saat ini pemberian stimulus kepada BUMN tidak akan terlalu membawa dampak terhadap pemulihan ekonomi. Salah satu alasannya karena sebelum pandemi pun, sejumlah BUMN ini tercatat memiliki kondisi likuiditas keuangan yang kurang baik.

Setidaknya ada sepuluh BUMN yang memiliki utang terbesar berdasarkan data 2018. Kamrussamad merincikan BUMN tersebut adalah BRI Rp1.008 triliun; Bank Mandiri Rp997 triliun; BNI Rp660 triliun; PLN Rp543 triliun; Pertamina Rp522 triliun; BTN Rp249 triliun; Taspen Rp222 triliun; Waskita Rp102 trilun; Telkom Indonesia Rp99 triliun; dan Pupuk Indonesia Rp76 triliun.

Selain itu, Kamrussamad juga mengatakan ada beberapa BUMN yang berada dalam kondisi sekarat menurut data 2019. Di antaranya BTN dengan utang Rp249 triliun; Taspen dengan utang Rp222 triliun; Waskita Karya dengan utang Rp102 triliun; Pupuk Indonesia dengan utang Rp 76 triliun; PGN dengan utang Rp 59,6 triliun. Lalu, Krakatau Steel dengan utang Rp 35 triliun; Adhi Karya dengan utang 25,01 triliun; dan Kimia Farma dengan utang Rp830,5 miliar.

"Dari pada untuk BUMN, lebih baik dana PEN dialokasikan untuk sektor riil dan keuangan sesuai dengan isi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional, seperti pangan, UMKM, industri padat karya, pariwisata, perbankan, perusahaan pembiayaan, koperasi, dan Lembaga Keuangan Mikro," kata dia.

Baca juga: Pemakzulan Presiden, Fadli Zon: Yang Ketakukan Pasti Anti Demokrasi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya