Efek Samping PSBB, Sampah Plastik Membeludak

Ilustrasi kemasan plastik
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA – Selama penerapan pembatasan sosial berskala besar, banyak warga yang memanfaatkan plastik untuk berbagai keperluan. Mulai dari membawa belanjaan, membungkus paket hingga menggunakan galon sekali pakai.

Dua Sisi Sampah Plastik, Ramah Kantong tapi Tidak untuk Kesehatan

Setelah selesai dipakai, plastik tersebut kemudian dibuang. Hal ini memicu timbunan sampah, yang selama masa PSBB sulit untuk didaur ulang.

Baca juga: Peneliti Harvard Ungkap COVID-19 Sudah Menyebar di China Sejak Agustus

Upaya Mahasiswa Kurangi Sampah Plastik, Kompak Lakukan Ini

“Selama PSBB terjadi peningkatan frekuensi berbelanja secara daring, baik layanan antar makanan siap saji ataupun belanja online berbentuk paket,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih di Jakarta, Rabu 10 Juni 2020.

Untuk mengatasinya, ia meminta konsumen mengikuti tips belanja ramah lingkungan yang direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Seperti mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik, meminta penjual untuk mengurangi pembungkus plastik, hingga satukan bermacam daftar belanjaan.

Audit Sampah Sungai Watch Dinilai Tidak Merepresentasikan Kondisi di Indonesia 

Hal senada diungkapkan Staf Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Nataliya Kurniati. Ia melihat, hadirnya air minum dalam kemasan galon sekali pakai merupakan kemunduran, di tengah adanya upaya pemerintah untuk mengurangi keberadaan sampah plastik di masyarakat.

“Pastinya akan menjadi tambahan timbunan sampah. Apalagi, kondisi konsumen kita masih darurat literasi, masih darurat edukasi juga, belum bisa melakukan pengelolaan sampah yang baik,” tuturnya.

Menurutnya, produsen seharusnya melakukan extended producer responsibility, sebagaimana diatur Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019.

Nataliya menjelaskan, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa konsumen itu juga harus cerdas, tidak cuma bisa memakai barang saja. Begitu juga toko-toko penjual, harus tahu bagaimana cara penggunaannya.

“Misalkan sudah habis digunakan, galonnya itu harus diapain, apakah harus dibuang, membuangnya ke mana,” ungkapnya.

Sementara itu, Menteri LHK, Siti Nurbaya mengapresiasi langkah proaktif dan konkrit yang dilakukan oleh produsen, yang memiliki komitmen mengurangi sampah dari kegiatan usahanya. Hal itu disampaikan, dalam acara penyerahan penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah oleh Produsen dari KLHK secara virtual.

Diperkirakan, pada 2050 jumlah sampah akan bertambah menjadi dua kali lipat atau menjadi 35 persen dari saat ini, bila tidak ada upaya dari para pemangku kepentingan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya