PLN Beberkan Tiga Faktor Tingginya Konsumsi Listrik

Petugas PLN memeriksa meteran listrik.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Pada masa-masa awal pemberlakuan work-from-home saat wabah corona atau Covid-19, sebagian pelanggan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sempat melayangkan keluhannya karena tarif listrik bulanan mereka tiba-tiba melonjak naik.

PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota Bogor

Bahkan, saat itu sempat beredar kabar yang menyebut bahwa pihak PLN diam-diam telah menaikkan tarif, di tengah sulitnya ekonomi masyarakat yang terdampak akibat merebaknya wabah Covid-19 tersebut.

Guna meluruskannya, SEVP Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero), Yuddy Setyo Wicaksono, akhirnya membeberkan tiga aspek utama yang menyebabkan sebagian pelanggan PLN terkejut, dengan tingginya tagihan listrik yang harus mereka bayar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Penggunaan SPKLU di Jakarta Naik Tiga Kali Lipat Selama Periode Lebaran

Yuddy memaparkan, faktor pertama adalah karena banyaknya pelanggan PLN yang melakukan work-from-home atau WFH, sehingga durasi pemakaian listrik bagi sebagian pelanggan PLN pun otomatis juga akan meningkat dibandingkan masa-masa sebelum WFH.

"Karena dengan WFH ini kita ketahui bersama bahwa seluruh anggota keluarga berada di rumah. Jadi selain bapak atau ibu yang biasa ada di kantor, adik-adik yang sekolah juga jadi ada di rumah," kata Yuddy dalam telekonferensi, Senin 8 Juni 2020.

Ramai Mobil Listrik, Transaksi di SPKLU PLN Naik 2 Kali Lipat saat Mudik

Hal itulah yang menurut Yuddy menyebabkan pemanfaatan listrik di rumah menjadi lebih panjang, dan tagihan pun meningkat. Karena jika sebelum WFH pemanfaatan listrik tertinggi umumnya hanya dari sore hingga malam hari, maka pada saat WFH hal itu cenderung terjadi sepanjang hari.

"Kalau biasanya mereka yang biasa bekerja atau sekolah baru melakukan kegiatan di rumah dan menggunakan listrik itu sore atau malam, maka saat WFH mereka mulai dari pagi, siang, sore, dan malam, karena 24 jam berada di rumah," ujarnya.

Faktor kedua menurut Yuddy, adalah karena pada masa yang bersamaan dengan WFH itu, mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim juga memasuki bulan Ramadan. Dimana, data PLN juga menunjukkan bahwa saat Ramadan konsumsi listrik masyarakat pun cenderung meningkat, akibat perubahan pola penggunaan listrik dibandingkan bulan-bulan lainnya selain bulan Ramadan.

"Karena kalau Ramadan kan kita bangun lebih awal dan melakukan kegiatan masak, lampu-lampu dinyalakan semuanya, artinya konsumsi listrik lebih panjang dan dipastikan pemakaian di bulan Ramadan juga akan terjadi kenaikan daripada bulan-bulan sebelumnya," kata Yuddy.

Kemudian, lanjut Yuddy, faktor ketiga adalah akibat adanya pencatatan rata-rata tagihan rekening listrik PLN, dalam tiga bulan terakhir. Dimana misalnya pencatatan rata-rata pemakaian di bulan April itu mengacu pada catatan tiga bulan sebelumnya, saat WFH belum diberlakukan. Hal itu ditambah bahwa pada saat bulan April dimana ada pemberlakuan WFH, terdapat kenaikan konsumsi listrik yang tidak dirasakan oleh sebagian pelanggan PLN. 

"Sehingga, pada waktu bulan April ada kenaikan konsumsi listrik ini, karena pencatatannya berdasarkan rata-rata pembayaran dalam tiga bulan terakhir, maka tidak terlihat bahwa ada pemakaian konsumsi listrik yang digunakan oleh pelanggan tapi belum tercatat ataupun dibayar," kata Yuddy.

Selanjutnya, apabila di bulan Mei juga dilakukan pencatatan rata-rata, maka di bulan Mei pun ada kenaikan yang tidak dicatat ataupun dibayar. Jadi, pada waktu bulan Juni dicatat tagihan sesungguhnya, maka di bulan Juni yang sudah ada kenaikan pemakaian listrik karena WFH dan kenaikan rata-rata sebelum Covid-19, ditambah lagi ada Kwh yang belum dicatat dan belum dibayar di bulan April dan Mei, maka hal-hal itulah yang kemudian ditumpukkan ke bulan Juni.

"Nah ini yang menyebabkan pembengkakan atau lonjakan tagihan listrik," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya