BPK Ingatkan Pemerintah soal Risiko Fiskal Jangka Panjang

Ilustrasi Gedung BPK.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Badan Pemeriksa Keuangan alias BPK, hari ini menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Serahkan LKPD 2023, Pj Gubernur Agus Fatoni Harap Sumsel Kembali Raih Predikat WTP ke-10

Di hadapan anggota DPD, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, memaparkan ulasan atas pelaksanaan transparansi fiskal, kesinambungan fiskal jangka panjang pemerintah, dan kemandirian fiskal pemerintah daerah tahun 2018 dan 2019.

"Pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level advance sebanyak 18 kriteria atau 50 persen, dan level good sebanyak 14 kriteria atau 39 persen," kata Agung di Gedung DPD RI Senayan, Jakarta, Kamis 16 Juli 2020.

Anggota BPK Achsanul Qosasi Didakwa Terima Uang Korupsi Proyek BTS Rp 40 Miliar

Baca juga: Ribuan Rekomendasi BPK Belum Ditindaklanjuti Pemerintah

Selain itu, Agung melanjutkan, pada level basic yakni sebanyak empat kriteria atau 11 persen. Agung juga menyampaikan, pemerintah telah menyusun analisis kesinambungan fiskal jangka panjang, dengan pertimbangan skenario-skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor.

Sri Mulyani: 52 Persen Negara Berkembang Sedang Hadapi Masalah Utang

Namun, hal itu masih perlu didukung oleh peraturan yang komprehensif, untuk menjamin keberlanjutan, konsistensi, serta upaya-upaya untuk menyempurnakannya.

"Disempurnakan sebagaimana yang direkomendasikan oleh International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB) pada Recommended Practice Guide (RPG)," ujar Agung.

Di sisi lain, Agung mengingatkan bahwa pemerintah perlu memperhatikan risiko fiskal dalam jangka panjang, yang disebabkan oleh sejumlah hal. Misalnya, seperti tidak tercapainya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), rasio defisit terhadap PDB, dan keseimbangan primer positif sebagaimana yang telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.

Selain itu, kata Agung, ada beberapa indikator kerentanan utang, yang meliputi rasio debt service terhadap penerimaan, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan.

"Sebagai bagian dari pengelolaan fiskal, yang juga telah melampaui batas praktik terbaik yang direkomendasikan lembaga internasional," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya