Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi 2020 Bisa Minus 1,1 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan, pemerintah memang harus bekerja sangat keras guna menggenjot roda perekonomian pada 2020, yang dihantam badai COVID-19.

Jokowi Bantah Bahas Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran di Sidang Kabinet

Baca Juga: Jokowi Rencanakan Defisit RAPBN 2021 Rp971,2 Triliun

Dia bahkan mengaku, terdapat kemungkinan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan berada pada zona negatif, yakni di sekitar minus 1,1 persen.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

"Dampak COVID-19 kita harus hati-hati di kuartal III dan IV," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Jumat 14 Agustus 2020.

"Kita melakukan revisi karena melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020, yang mengalami negatif pada minus 5,32 persen," ujarnya.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Meski demikian, Sri Mulyani menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang negatif itu nantinya akan bergantung pada angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV-2020.

Dia mengatakan, apabila pada kuartal III dan IV-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak negatif, maka aspek pertumbuhan ekonomi nasional kemungkinan bisa dipertahankan di angka 2 persen.

Namun, jika ternyata masih negatif di kuartal III dan IV-2020, ekonomi Indonesia pada 2020 dipastikan akan minus. Hal itu juga diperparah dengan masih menghantuinya pandemi COVID-19, terhadap kinerja ekonomi Indonesia pada 2020.

"Kita bergeser ke arah negatif, di mana tekanan di kuartal kedua dalam, dan kuartal ketiga harus diusahakan agar tidak negatif," ujar Sri Mulyani.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa di kuartal III dan IV-2020, semua sektor ekonomi diperkirakan juga berada di zona negatif. Di mana, konsumsi rumah tangga, investasi, serta kinerja ekspor dan impor, dipastikan juga terus tertekan.

"Karena investasi juga akan negatif, serta ekspor dan impor akan mengalami tekanan luar bisa, sementara konsumsi rumah tangga juga masih lemah," tuturnya. (art) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya