Aturan Pajak hingga Retribusi 3 Provinsi ini Ramah Kendaraan Listrik

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memakai masker. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

VIVA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan kementerian yang dipimpinnya siap mendukung pengembangan ekosistem investasi kendaraan listrik khususnya roda empat. Dukungan itu adalah dalam bentuk regulasi, yakni Permendagri Nomor 8 Tahun 2020.

PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota Bogor

Tito mengungkapkan hal itu dalam rapat koordinasi terkait 'Pengembangan Ekosistem Investasi Mobil Listrik' di Ruang Rapat Kemendagri, di Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. 

Menurut Tito, Menko Maritim dan Investasi Luhut Padjaitan telah meminta dirinya untuk menindaklanjuti Permendagri Nomor 8 Tahun 2020 yang mengatur perhitungan dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor. Permendagri ini didasarkan pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Penggunaan SPKLU di Jakarta Naik Tiga Kali Lipat Selama Periode Lebaran

Baca juga: Bus Listrik Akan Berkeliaran di Jalanan Indonesia

"Di situ daerah mengatur masing-masing mengenai besaran dari pajak dan retribusi balik nama maupun pajak kendaraan bermotor, tapi dengan adanya Permendagri Nomor 8 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 20 Januari 2020 ini sebetulnya untuk mendukung program kendaraan bermotor yang berbasis listrik," kata mantan Kepala Kepolisian RI itu.

Ramai Mobil Listrik, Transaksi di SPKLU PLN Naik 2 Kali Lipat saat Mudik

Dalam Permendagri tersebut, lanjut Tito, ada dua pasal yang sudah dimasukkan. Yaitu untuk pajak kendaraan bermotor yang berbasis listrik dan untuk orang atau barang ditetapkan paling tinggi sebesar 30 persen, dari dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.

Kemudian pasal tentang pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan bermotor berbasis listrik atau baterai untuk orang dan barang juga sama. Yakni 30 persen dari BBNKB sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009.

"Kemudian Pasal 11 nya untuk yang berkaitan dengan angkutan umum yang berbasis listrik ini paling tinggi mereka boleh mengambil pajak retribusi 20 persen dari pajak kendaraan bermotor biasa. Kemudian untuk angkutan umum untuk orang barang sama untuk BBNKB nya juga boleh diambil 20 persen dari BBNKB biasa," ujar Tito.

Sedangkan untuk angkutan umum barang, kata Tito maksimal adalah 25 persen dari yang pengenaan pajak biasa. Sementara untuk angkutan umum barang, BBNKB-nya juga sama yakni maksimal 25 persen.

"Jadi kami mengatur mengenai batas tertinggi yang boleh diambil oleh daerah, 30 persen, 30 persen, 20 persen dan 25 persen. Dan dari semenjak Januari sudah ada 3 provinsi yang sudah membuat aturan yaitu menerjemahkan kembali sesuai aturan UU Nomor 28 Tahun 2009," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Tito juga menyampaikan, kementerian nya akan mengejar 31 provinsi lainnya yang belum membuat aturan itu. Untuk mempercepat itu, pekan ini akan dikeluarkan surat edaran untuk meminta 31 provinsi ini agar mengeluarkan Perda atau Perkada, yang intinya dalam hal pajak kendaraan bermotor berbasis listrik tidak boleh melebihi batas yang ditetapkan dan harus segera dikeluarkan.

"Itu untuk DKI nol persen. Pergubnya sudah keluar. Jabar 10 persen untuk mobil dan 2,5 persen motor. Bali 10 persen. Jadi ini semua jauh di bawah dari Permendagri," kata Mendagri. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya