Sri Mulyani Antisipasi Kemungkinan Terburuk dari Rem Darurat PSBB DKI

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku belum menetapkan perkiraan baru pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah ditetapkannya kebijakan rem darurat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Selandia Baru Umumkan Negaranya Kini Memasuki Resesi

Baca Juga: 8 Tempat yang Masih Nekat Langgar Protokol Kesehatan Saat PSBB Total

Akan tetapi, jika PSBB yang ditetapkan mulai 14 September 2020 tersebut seketat yang ditetapkan pada Maret 2020 atau masa awal merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia, dipastikannya, ekonomi Indonesia akan minus atau turun lebih dalam.

Jokowi: Sudah Banyak Negara Masuk Jurang Resesi, Kita Patut Bersyukur

"Pada dasarnya sekarang ini kita sedang melakukan monitoring sekaligus melihat data-data yang berhubungan dengan pergerakan seiring pemberlakuan PSBB mulai tanggal 14 (September) oleh Pemda DKI," kata Sri Mulyani saat konferensi pers virtual, Selasa, 15 September 2020.

Meski demikian, sesuai mekanisme penerapan PSBB yang telah diumumkan Anies pada 13 September 2020, Sri meyakini penerapannya tidak akan seketat PSBB saat awal virus Corona mewabah di Indonesia. Akan tetapi dia memastikan tetap mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Inggris hingga Jepang Resesi, Ekonom Ungkap Dampaknya bagi Indonesia

"Artinya PSBB sekarang ini beda dengan situasi Maret dan April yang waktu itu memberikan situasi di mana seluruh kegiatan masyarakat terhenti. Sekarang ini kita masih lihat skalanya menurun," tutur Sri.

Menurut Sri, jika aktivitas masyarakat tidak berhenti total pada PSBB baru ini, maka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 masih akan sesuai dengan perkiraan yang sudah diumumkan sebelumnya, yakni di kisaran 0,0 persen hingga -2,1 persen.

Akan tetapi, lanjutnya, jika penerapan PSBB kembali sangat ketat dan membatasi gerak masyarakat secara penuh, ekonomi akan anjlok lebih dalam dari -2,1 persen, sehingga sepanjang tahun ini dikatakannya bisa masuk ke perkiraan terburuk dari kisaran 0,2 persen hingga -1,1 persen.

"Kisarannya 0,0 sampai -2,1 persen kalau dilihat seperti terjadi Maret lalu di mana terjadi PSBB drastis penurunannya bisa hampir 2 persen, kita perkirakan lower end-nya -2,1 persen bisa saja lebih rendah dari -2,1 persen," ungkap Sri.

Sri menilai, itu disebabkan kontribusi perekonomian Jakarta terhadap keseluruhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau ekonomi Indonesia mencapai 17,7 persen. Maka jika ekonomi Jakarta kembali terkontraksi drastis seperti kuartal II-2020 yang mencapai -8,2 persen, ekonomi Indonesia akan kembali jatuh.

"Tentu situasi yang harusnya bertahap baik pada kuartal III ini saya harap tidak turun pada September ini, sehingga kontraksi di DKI pada kuartal III kita harap akan lebih rendah atau jauh lebih kecil dibanding kontraksi pada kuartal II," ungkapnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya