Petani Bakal Beberkan Dampak Buruk Simplifikasi Cukai Rokok ke DPR

Panen tembakau petani Indonesia.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Masyarakat Industri Hasil Tembakau yang diwakili Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengadakan diskusi dengan wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dan beberapa anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem. Mereka menyampaikan sikap IHT yang keberatan atas rencana kenaikan kembali tarif cukai rokok di 2021.

Ikut UU MD3, Airlangga Tegaskan Golkar Tak Incar Kursi Ketua DPR

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI NO.077/2020. Dalam PMK tersebut, selain akan kembali menaikkan tarif cukai di tahun 2021 pemerintah juga berkeinginan memberlakukan simplifikasi Penarikan cukai rokok.

Padahal Cukai rokok sudah dinaikkan pemerintah lewat PMK No 152/2019 sebesar 23 persen. Sementara itu, rencana simplifikasi cukai hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar dari luar negeri dan mematikan industri rokok kelas menengah dan kecil yang berproduksi di tanah air.

Rokok Ilegal Makin Marak, Kenaikan Cukai Dinilai Tak Efektif Kendalikan Konsumsi

Baca juga: Bos Sampoerna Minta Tarif Cukai dan Harga Rokok Tak Naik Tahun Depan

Menurut Lestari, isu tembakau selalu menjadi isu yang seksi dan hangat di bicarakan. Di satu sisi digugat oleh aktifis kesehatan, di sisi lain, cukai rokok menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
 
Dia mengatakan, industri rokok juga membuka lapangan pekerjaan dan menggerakkan roda perekonomian nasional di kota maupun di daerah daerah. Artinya, industri ini memberikan keuntungan dan pendapatan bagi negara dan masyarakat.

Elite PDIP Percaya Golkar Tak Akan Nekat Revisi UU MD3

“Karena itu saya sepakat dengan pendapat dan masukan pengurus APTI. Apapun permasalahannya, harus didudukkan sesuai konteksnya. Harus duduk bersama diputuskan secara bersama, mencari jalan keluar yang terbaik," ungkap Lestari saat melakukan pertemuan daring dengan APTI, dikutip Kamis 24 September 2020.

Karena itu, masyarakat industri hasil tembakau atau pengurus APTI harus selalu berdiskusi dan melakukan konsolidasi melalui saluran yang benar dan tepat. Dia pun berjanji akan mengakomodir mereka untuk berdiskusi lewat DPR RI sebagai wakil rakyat.

"Saya sendiri sebagai anggota DPR RI akan menampung dan berusaha menyampaikan aspirasi dari masyarakat industri hasil tembakau ke komisi yang berkaitan di DPR RI. Saya juga akan minta Fraksi Nasdem dan kawan kawan dari Fraksi Nasdem di Komisi IV untuk bisa memfasilitasi dan meneruskan suara masyarakat petani tembakau atau masyarakat industri hasil tembakau ke pihak -pihak yang berkompeten,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua APTI Jawa Barat Suryana, menyampaikan, sebaiknya pemerintah menunda  rencana pemberlakukan kebijakan simplifikasi penarikan cukai rokok. Jika kebijakan tersebut jadi dilaksanakan, hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing.

Sementara itu menurutnya, perusahaan rokok kelas menengah dan kecil nasional akan mati. Karena dipaksa membayar cukai rokok lebih besar dan lebih mahal. 

"Jika industri rokok menengah dan kecil mati, akan menyusahkan para petani tembakau. Juga akan menciptakan monopoli industri dan produksi serta penjualan rokok di tanah air. Ini merugikan kita semua,” tegasnya.

Dia pun menegaskan, harusnya DPR RI maupun pemerintah menempatkan industri rokok sebagai industri strategis nasional. Selain memberikan sumbangan pendapatan bagi negara dalam jumlah besar setiap tahunnya, industri rokok nasional juga telah menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat luas. Baik di pedesaan maupun di perkotaan. 

"Kebijakan kebijakan yang dibuat pemerintah, harus dapat melindungi dan mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional. Bukan menguntungkan industri rokok asing," tegasnya.

Sementara itu, Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahmihudin membantah adanya pendapat yang menyebutkan jika simplifikasi jadi dilakukan akan memberikan tambahan pendapatan negara belasan triliun rupiah. Atau sebaliknya, jika simplifikasi tidak dilakukan, negara akan dirugikan belasan triliun rupiah. Pendapat tersebut tidak jelas hitungannya. 

Menurutnya yang benar adalah, jika simplifikasi penarikan cukai dilakukan, hanya akan menguntungkan perusahaan rokok besar. Perusahaan rokok lainnya lama lama gulung tikar. Yang terjadi kemudian adalah monopoli produksi dan penjualan rokok oleh satu perusahaan besar dari luar negeri tadi. 

"Hal ini akan berdampak negatif pada semakin menurunnya kesejahteraan petani tembakau,” tegasnya.

Sahmihudin mempersilakan para sponsor simplifikasi menyampaikan hitung-hitungannya secara terbuka di hadapan anggota DPR RI dan masyarakat industri tenbakau termasuk di dalamnya para petani tembakau. Buktikan bahwa memang kebijakan itu akan lebih menguntungkan negara dan para petani tembakau.   

Sebab dia mengatakan, keinginan agar pemerintah menerapkan simplifikasi tembakau tidak lain dari perang dagang dari pihak yang kuat untuk menguasai industri rokok nasional. Simplifikasi penarikan cukai dalam jangka Panjang justru merugikan negara dan bangsa Indonesia khususnya buruh industri rokok. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya