Setahun Jokowi-Ma'ruf, Stimulus Ekonomi dan Kesehatan Belum Maksimal

Suasana pelabuhan peti kemas
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira, mengkritisi pola dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digerakkan pemerintah, dalam menghadapi dampak dari pandemi COVID-19.

Debat Pilpres Kelima Anti-Klimaks, Faisal Basri: Semua Paslon Main Aman!

Bhima menilai, kesiapan pemerintah dalam hal stimulus PEN menghadapi resesi ekonomi relatif kecil. Atau hanya 4,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) dibandingkan negara tetangga seperti misalnya Malaysia 20,8 persen dan Singapura 13 persen.

Baca jugaWapres Tak Ingin Indonesia Cuma Jadi Konsumen Produk Halal Dunia

Indef: Aturan Tembakau di RPP Kesehatan Rugikan Penerimaan Pajak hingga Rp 52 Triliun

Apalagi, Bhima mencatat bahwa stimulus bagi sektor kesehatan dalam PEN hanya dialokasikan sebesar 12 persen. Sementara itu, untuk korporasi mendapat sebesar 24 persen stimulus.

"Ada ketimpangan yang nyata antara penyelamatan kesehatan dibandingkan ekonomi," kata Bhima saat dihubungi VIVA, Selasa, 20 Oktober 2020.

Survei Indef: Ganjar dan Anies Dinilai Tak Beretika

Apalagi, Bhima menilai bahwa penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintah hingga saat ini masih bermasalah, dengan kasus positif harian yang masih berada di atas 4.000 kasus.

"Sehingga total kasus terkonfirmasi mencapai 349.160 hingga 16 Oktober 2020," ujar Bhima.

Karenanya, penanganan COVID-19 yang dinilai masih bermasalah itu telah membuat Indonesia termasuk ke dalam 18 negara, dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia versi Worldometer.

"Tingginya kasus positif COVID-19 membuat mobilitas masyarakat rendah," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya