Singgung Omnibus Law, Dahlan Bongkar 2 Cara Pejabat Cari Uang Ceperan

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA – Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkap dua cara pejabat pemerintahan dalam mencari uang ceperan. Dia menceritakan itu berdasarkan pernyataan salah seorang mantan pejabat daerah di Jawa Timur.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

"Bagi pejabat, cari uang ceperan itu bisa dengan dua cara. Cara pertama persulit lah pengusaha: pasti akan keluar uangnya. Atau pakai cara kedua, bantulah para pengusaha, mereka akan keluar juga uang sebagian," tulis Dahlan di laman Disway.id seperti dikutip VIVA Selasa, 20 Oktober 2020.

Dahlan mengatakan, ini merupakan perkataan seorang mantan Gubernur Jawa Timur yang kini telah almarhum. Menurut penuturan beliau, tidak ada pejabat yang hanya hidup dari gajinya.

Ganjar Cerita Dicurhati Buruh soal UU Cipta Kerja: Tolong Pak Segera Review

"Bahkan seorang pejabat di bawahnya juga pernah mengatakan kepada saya begini: semua target pejabat itu harus punya tabungan setidaknya Rp10 miliar (pada 1995). Jumlahnya harus segitu agar bunga depositonya cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak sampai lulus perguruan tinggi," kata dia.

Baca juga: Tito Karnavian Blak-blakan Cerita Praktik Curang Oknum KPU di Pilkada

Anies Hati-hati, tapi Tom Lembong Lebih Tegas Kalau Menang Pasti Revisi UU Ciptaker

Setidaknya, lanjut Dahlan, nilai Rp10 miliar saat itu setara dengan Rp50 miliar pada sat ini. Mantan Gubernur itu, lanjut dia, tidak mengelak terkait kenyataan itu.

"Tapi, ia tidak setuju kalau cara untuk cari uang tambahan itu dengan mempersulit orang, Ia sendiri pernah membantu saya mengeluarkan izin untuk membangun pabrik kertas," ungkap Dahlan. 

Dahlan melanjutkan, mantan Gubernur tersebut juga mengungkap bahwa hampir tidak ada pejabat yang bersih. "Tapi tidak harus dengan cara yang tidak terhormat. dan yang penting jangan dengan cara yang mempersulit orang," kata dia. 

Jika semua pejabat memiliki prinsip untuk tidak mempersulit orang, sambung Dahlan, maka tidak perlu lagi ada Omnibus Law. 

"Masalahnya banyak pejabat yang lupa pelajaran bahasa Indonesia. Terutama apa arti kata 'cukup'. Kata itu selalu dibaca 'tidak cukup'," kata dia. 

Adanya Omnibus Law, menurutnya adalah ujian berikutnya bagi pemegang kekuasaan. UU yang dibuat secepat cahaya itu, lanjut dahlan, menghapus banyak sekali perizinan.

"Secara formal kesempatan pejabat mencari uang lewat cara 'mempersulit' mestinya hilang," kata dia. 

Bertepatan dengan bulan bahasa yang jatuh pada Oktober ini, Dahlan menekankan, yang jadi persoalan adalah arti kata 'rakus'. Kata ini seolah sudah kehilangan makna dari kehidupan sehari-hari.

"Jadi, wahai para pejabat, siap-siaplah menghadapi kehidupan baru bersama Omnibus Law. Bagi yang tetap ngotot akan rakus, anda akan kehilangan banyak hal yang bisa anda pakai untuk mempersulit orang," kata dia. 

"Atau, anda akan lebih kreatif? Dengan mencari cara-cara baru untuk mempersulit orang?," tambahnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya